A.
JUDUL
PENELITIAN
Penerapan
Model Discovery Learning Untuk
Meningkatkan Pembelajaran Konsep Sifat-Sifat Cahaya Di Kelas V SDN 2 Suntenjaya
Kecamatan
Lembang-Kabupaten Bandung Barat
B.
BIDANG
KAJIAN
A.
Mata Pelajaran yang akan dikaji
dalam penelitian ini adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
B.
Bidang Kajian penelitian ini adalah
pembelajaran konsep Sifat-sifat Cahaya.
C. LATAR BELAKANG MASALAH
Ilmu
pengetahuan Alam (IPA) sebagai disiplin ilmu adalah salah satu mata pelajaran
yang penting untuk diberikan kepada peserta didik di Sekolah Dasar (SD). Dalam
pembelajarannya Hakikat IPA ada
tiga yaitu IPA sebagai proses, produk, dan pengembangan sikap. Produk IPA
berupa fakta, konsep, prinsip, teori, hukum, sedangkan proses IPA merupakan
proses yang dilakukan oleh para ahli dalam menemukan produk IPA. Proses IPA di
dalamnya terkandung cara kerja dan cara berpikir. Sikap yang dikembangkan dalam
pembelajaran IPA adalah sikap ilmiah yang antara lain terdiri atas obyektif,
berhati terbuka, tidak mencampur adukkan fakta dan pendapat, bersifat hati-hati
dan ingin tahu. Oleh karena itu proses pembelajaran IPA harus mengacu pada
hakikat IPA baik IPA sebagai produk, proses, dan pengembangan sikap.
Di samping itu, menurut permen 22 tahun 2005
menyatakan bahwa pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta
didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar
secara ilmiah. Oleh karena itu maka pembelajaran IPA harus
melibatkan keaktifan peserta didik secara penuh (active learning) dengan cara
guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan pada
peserta didik untuk melakukan
keterampilan proses meliputi:
mencari, menemukan, menyimpulkan,
mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Ahmad Susanto (2012 : 170-171) bahwa : “pembelajaran IPA atau sains merupakan
pembelajaran yang berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana dapat
menumbuhkan sikap-sikap ilmiah peserta didik terhadap konsep-konsep IPA. Oleh karena
itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan sederhana
dan bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA.” Dengan pembelajaran yang
bermakna maka peserta didik akan mampu memahami mata pelajaran IPA secara
keseluruhan tidak terbatas pada hafalan materi semata.
Namun
hal ini berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi dilapangan. Berdasarkan
studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti di SDN 2 Suntenjaya
khusunya di kelas V, proses belajar mengajar masih berpusat pada guru. Kegiatan
pembelajan IPA masih dilakukan secara konvensional, dengan guru lebih banyak
menerangkan materi pembelajaran dan peserta didik hanya berperan sebagai
penyimak. Pembelajaran IPA yang demikina tidak atau belum memberi kesempatan
maksimal kepada peserta didik untuk mengembangkan kreatiftasnya. Dimana proses
pembelajaran yang berlangsung di kelas hanya diarahkan pada kemampuan peserta
didik untuk menghafal informasi, peserta didik dipaksa untuk mengingat dan
menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang
diperoleh untuk menghubungkanknya dengan situasi dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu dalam proses belajar mengajar, guru hanya terpaku pada buku teks
sebagai satu-satunya sumber pembelajaran.
Permasalahan
yang kemudian muncul di lapangan sehubungan hal tersebut adalah peserta didik
merasa kurang antusias selama mengikuti pembelajaran yang belangsung, ketika guru menerangkan banyak
diantaranya yang tidak memperhatikan dan sibuk dengan kegiatan masing-masing
seperti mengobrol, bercanda bahkan ada yang keluar masuk ruangan. Dengan model
pembelajaran yang masih konvensional membuat peserta didik mengalami kesulitan
dalam memahami materi yang disampaikan. Hal ini berdampak pada kurangnya
pemahaman konsep peserta didik pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam. Salah
satunya ditandai dengan rendahnya hasil
belajar peserta didik. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh
peneliti didapatkan hasil bahwa secara umum nilai rata-rata kelas hanya mencapai
57 dari nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang telah ditentukan untuk
mata pelajaran IPA di sekolah tersebut yaitu 65. Dengan presentase rata-rata 32
% peserta didik di kelas V menguasai mata pelajaran IPA sedangkan 68% peserta
didik kurang menguasai dan memahami mata pelajaran IPA. Hal ini menunjukan
bahwa sebagian besar peserta didik kurang menguasai dan memahami mata pelajaran
IPA..
Dari
pemaparan diatas, menunjukan bahwa
terdapat keterkaitan antara rendahnya pemahaman peserta didik dengan proses
pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Model, teknik dan sumber belajar yang
digunakan oleh guru selama kegiatan pembelajaran kurang cocok dengan mata
pelajaran IPA yang tidak hanya menekankan pada penghafalan materi semata. Maka
dari itu guru harus lebih kreatif dalam memilih dan menggunakan model
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang akan
disampaikan. Sebagai guru yang baik dituntut untuk dapat menciptakan
pembelajaran yang kreatif dan inofatif sehingga dapat tercipta suasana
pembelajaran yang kondusif . Hal ini dimaksudkan agar tujuan pembelajaran yang
diharapkan dapat tercapai.
Berpedoman
pada fakta-fakta diatas, salah satu alternatif pemecahan masalah yang dapat
diambil adalah dengan penerapan model Discoveri Learning sebagai upaya
meningkatan kegiatan pembelajaran IPA khususnya pada materi sifat-sifat cahaya.
Model Discoveri
Learning adalah salah satu model pembelajaran yang mengkondisikan peserta didik
untuk terbiasa menemukan, mencari, dan mendikusikan sesuatu yang berkaitan
dengan pengajaran. Model pembelajaran ini mengutamakan peran guru dalam
menciptakan situasi belajar yang melibatkan peserta didik belajar secara aktif
dan mandiri. Kegiatan pembelajaran menekankan agar peserta didik terlibat
langsung dalam pembelajaran sehingga peserta didik dapat mengalami dan
menemukan sendiri konsep-konsep yang harus ia kuasai. Model Discovery Learning akan membuat
pembelajaran lebih bermakna karena akan mengubah kondisi belajar yang pasif
menjadi aktif dan kreatif serta mengubah pembelajaran yang semula teacher oriented ke
student oriented Dengan demikian diharapkan peserta didik lebih memahami
materi pembelajaran yang disampaikan.
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka
perlu diadakan penelitian tindakan kelas sebagai upaya perbaikan proses
pembelajaran konsep dalam mata pelajaran IPA, dengan melakukan penelitian tindakan kelas dengan
judul: “Penerapan Model Discovery Learning
Untuk Meningkatkan Pembelajaran Konsep Sifat-Sifat Cahaya Di Kelas V SDN 2
Suntenjaya Kecamatan Lembang-Kabupaten Bandung
Barat”
D. RUMUSAN MASALAH
Merujuk pada
latar belakang yang telah dipaparkan , peneliti merumuskan masalah utama dalam
penelitian ini yaitu “Bagaimanakah penerapan Model Discovery Learning untuk meningkatkan pembelajaran konsep sifat-sifat cahaya
di kelas V SDN 2 suntenjaya?”. Secara spesifik rumusan
masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah peningkatan pembelajaran
konsep sifat-sifat cahaya melalui penerapan Model
Discovery Learning di SDN 2 Suntenjaya?
2.
Bagaimana peningkatan hasil belajar
peserta didik pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui penerapan
Model Discovery Learning di SDN 2 Suntenjaya?
E.
TUJUAN
PENELITIAN
Sejalan dengan rumusan masalah diatas,
maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini secara umum
adalah “Untuk
memperoleh dan mendeskripsikan data mengenai penerapan Model Discovery Learning untuk
meningkatkan pembelajaran konsep
sifat-sifat cahaya di kelas V SDN 2 suntenjaya. Secara khusus tujuan penelitian
ini adalah sebgai berikut:
1.
Untuk memperoleh dan
mendeskripsikan data mengenai peningkatan pembelajaran konsep sifat-sifat
cahaya melalui penerapan Model Discovery
Learning di SDN 2 Suntenjaya
2.
Untuk memperoleh dan
mendeskripsikan data mengenai peningkatan hasil belajar peserta didik pada
pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui penerapan Model Discovery Learning di SDN 2 Suntenjaya
F. MANFAAT
HASIL PENELITIAN
Adapun manfaat yang dapat
diambil dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Manfaat
teoritis
Melalui kegiatan
penelitian ini diharapkan diperoleh suatu model pembelajaran yang tepat dalam
melaksanakan pembelajaran IPA sebagai salah satu upaya meningkatkan pemahaman
pembelajaran IPA khususnya materi Sifat-Sifat Cahaya yang nantinya dapat
dijadikan sebagai refrensi bagi peneliti
selanjutnya.
2.
Manfaat Praktis
a. Bagi Peserta
didik
1.
Meningkatkan pemahaman peserta didik
mengenai materi sifat-sifat cahaya
2.
Mendorong peserta didik lebih aktif, kreatif, dan berani mengungkapkan
pendapat
3.
Mendapatkan
pengajaran yang konkrit yaitu tidak hanya sekedar konsep
melainkan proses suatu kejadian
4.
Menjadikan suasana pembelajaran yang menyenangkan
sehingga peserta didik termotivasi dan merasa antusias dalam mengikuti
pembelajaran.
b.
Bagi guru
1.
Meningkatnya kemampuan guru dalam mengatasi kendala
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.
Dapat
memberikan inspirasi
bagi guru untuk melakukan proses belajar pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran yang inovatif sehingga tercipta pembelajaran yang
menyenangkan.
3.
Melatih
keprofesionalan seorang guru dalam mengembangkan model
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik
c.
Bagi sekolah
1.
Hasil penelitian dapat dijadikan acuan dalam upaya
pengadaan inovasi pembelajaran bagi para guru lain dalam mengajarkan materi.
2.
Sebagai masukan dalam memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pembelajaran secara intensif dan menggunakan model
pembelajaran yang lebih inovatif agar kualitas pembelajaran lebih efektif
khususnya pada kualitas sekolah.
G. KAJIAN PUSTAKA
1.
Karakteristik Pembelajaran IPA
a.
Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
IPA adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar
beserta isinya. IPA adalah suatu pengetahuan yang bersifat objektif tentang
alam sekitar beserta isinya. Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal
juga dengan istilah sains. Kata sains ini berasal dari bahasa latin yaitu
scienta yang berarti “saya tahu”. Dalam bahasa inggris, kata sains berasal dari
kata science yang berarti
“pengetahuan”. Science kemudian
berkembang menjadi social science
yang dalam bahasa indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam (IPA). Menurut
Ahmad Susanto (2012: 167) menyatakan bahwa
Sains
atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan
yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan
penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. IPA merupakan cabang
pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA didefinisikan sebagai
sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari
hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan
bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah.
Dari
beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa IPA atau sains merupakan ilmu
pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan dalam bentuk fakta, konsep,
prinsip dan hukum yang teruji kebenaranya dan melalui suatu rangkaian kegiatan
dalam metode ilmiah.
b. Hakikat Ilmu
Pengetahuan Alam
1) IPA sebagai produk
IPA sebagai
disiplin ilmu disebut produk IPA karena isinya merupakan kumpulan hasil
kegiatan empirik dan kegiatan analitik yang dilakukan oleh para ilmuan selama berabad-abad.
Bentuk IPA sebagai produk adalah fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori IPA.
Jika ditelaah lebih lanjut, fakta-fakta merupakan hasil kegiatan empirik dalam
IPA, sedangkan konsep, prinsip, hukum, dan teori-teori dalam IPA merupakan
hasil kegiatan analitik.
2)
IPA
sebagai proses
Memahami IPA
bukan hanya memahami fakta-fakta dalam IPA. Memahami IPA berarti juga memahami
proses IPA yaitu memahami bagaimana mengumpulkan fakta dan memahami bagaimana
menghubungkan fakta untuk menginterpretasikannya. Para ilmuan mempergunakan
berbagai prosedur empirik dan prosedur analitik dalam usaha untuk memahami alam
semesta ini. Prosedur-prosedur
tersebut disebut proses ilmiah atau proses sains. Keterampilan proses IPA
disebut juga keterampilan belajar seumur hidup. Sebab
keterampilan ini dapat juga dipakai di bidang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuan, di
antaranya adalah: Mengamati, mengukur, menarik kesimpulan, mengendalikan
variabel, merumuskan hipotesa, membuat grafik, membuat table data, membuat
definisi operasional, dan melakukan eksperimen.
3)
IPA
sebagai sikap ilmiah
Sikap yang
dimaksud antara lain: 1) obyektif terhadap fakta, 2) tidak tergesa-gesa
mengambil kesimpulan bila belum cukup data yang mendukung, 3) berhati terbuka,
4) tidak mencampuradukan fakta dengan pendapat, 5) bersifat hati-hati, dan 6)
ingin menyelidiki.
c.
Tujuan Pembelajaran IPA
Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti
diatas dipengaruhi oleh tujuan apa yang ingin dicapai melalui pembelajaran
tersebut. Tujuan pembelajaran IPA di SD dalam Kurikulum KTSP menurut Depdiknas,
2006 dalam http://faizalnizbah.blogspot.com/2013/05/hakikat-ipa.html secara
terperinci adalah:
1)
memperoleh
keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan,
keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya,
2)
mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
3)
mengembangkan
rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang
saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat,
4)
mengembangkan
ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan
membuat keputusan,
5)
meningkatkan
kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan
lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan
6)
memperoleh
bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP atau MTs
Tujuan pembelajaran
IPA di SD di samping untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
juga mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan. Tujuan tersebut dicapai dengan cara
mengajarkan IPA yang mengacu pada hakikat IPA dan menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi peserta didik. Pembelajaran
IPA harus berpusat pada peserta didik serta memberi kesempatan pada peserta
didik untuk mengembangkan ide atau gagasan, mendiskusikan ide atau gagasan
dengan peserta didik lain serta membandingkan ide mereka dengan konsep ilmiah
dan hasil pengamatan atau percobaan untuk merekontruksi ide atau gagasan yang
akhirnya peserta didik menemukan sendiri apa yang dipelajari.
2. Pembelajaran Konsep
a.
Pembelajaran
Menurut
Miftahul Huda (2013;2), pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori
kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Hal inilah yang
yang terjadi ketika seseorang sedang belajar, dan kondisi ini juga sering
terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena belajar adalh proses alamiah
seseorang. Salah satu bentuk pembelajaran adalah pemrosesan informasi. Hal ini
bisa dianalogikan dengan otak atau pikiran kita yang berperan layaknya komputer
dimana ada input dan penyimpanan informasi didalamnya. Yang dilakukan otak kita
adalah bagaimana memperoleh kembali materi informasi tersebut. Dengan demikian
dalam pembelajaran, seseorang perlu terlibat dalam refleksi dan penggunaan
memori untuk melacak apa saja yang harus ia serap, yang harus disimpan dalam
memorinya dan bagaimana ia menilai informasi yang telah ia peroleh (Glass dan
Hoylyoak dalam Miftahul Huda, 2013;2)
b.
Konsep
Menurut
Ratna Wilis Dahar (2006;64) konsep merupakan suatu abstraksi mental yang
mewakili satu kelas stimulus. Suatu konsep diakatakn telah dipelajari atau
dipahami apabila yang diajar dapat menampilkan perilaku-perilaku tertentu.
Macam-macam konsep yang kita pelajari tidak terbatas. Flawel (dalam Ratna Wilis
Dahar, 2013;62-63) menyatakan bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuh
dimensi, yaitu sebagai berikut:
1)
Atribut, setiap konsep mempunyai sejumlah atribut yang
berbeda. Contoh-contoh konsep harus mempunyai atribut yang relevan; termasuk
jugga atribut yang tidak relevan.
2)
Struktur. Struktur menyangkkut cara terkaitnya atau
tergabungnya atribut-atribut tersebut.
3)
Keabstrakan.
4)
Keinklusifan. Ini ditunjukan pada jumlah contoh yang
terlibat dalam konsep itu.
5)
Generalisasi, makin umum suatu konsep makin banyak
asosiasi yang dapat dibuat dengan konsep lainnya.
6)
Ketepatan, menyangkut apakah ada sekumpulan aturan
untuk membedakan contoh dengan noncontoh suatu konsep.
7)
Kekuatan. Kekuatu suatu konsep ditentukan oleh sejauh
mana orang setuju bahwa konsep itu penting.
c.
Pemahaman Konsep
Menurut
W.J.S Poerwodarminto (1996), pemahaman berasal dari kata “Paham”
yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Sedangkan pemahaman peserta
didik adalah proses, perbuatan, cara memahami sesuatu. Dan belajar adalah upaya
memperoleh pemahaman.Hakekat belajar itu sendiri adalah usaha mencari dan
menemukan makna atau pengertian. Berkaitan dengan hal ini J. Murshell (dalam Ardhana, W., Kaluge, L., &
Purwanto. 2003)
mengatakan: “Isi pelajaran yang bermakna bagi anak dapat dicapai bila
pengajaran mengutamakan pemahaman, wawasan (insight) bukan hafalan dan latihan.
Menurut Depdikbud, (1988: 636)Pemahaman diartikan sebagai
pengertian yang mendalam. Sedangkan Mrozek (2000) menyatakan, pemahaman
merupakan suatu proses memahami arti/makna tertentu dan kemampuan
menggunakannya pada situasi lainnya. Selanjutnya, Dubinsky (2000) menyatakan, pemahaman
tentang konsep materi pembelajaran IPS merupakan hasil konstruksi atau
rekonstruksi dari objek-objek pembelajaran IPS yang dilakukan melalui aktivitas
aksi, proses, dan objek yang dikoordinasi dalam suatu skema. Skema merupakan
struktur kognitif yang digunakan seseorang untuk mengadaptasi dan
mengorganisasikan stimulus (pengetahuan) yang datang dari lingkungan (Hudojo, 2003: 59).Sedangkan Bartlett
(dalam Davis & Tall, 1999: 1) menyatakan bahwa skema merupakan penuntun
dalam melakukan pengorganisasian informasi (pengetahuan) yang masuk dalam
sistem memori pada suatu kumpulan pengetahuan.Secara sederhana, skema
diibaratkan sebagai konsep-konsep atau kategori-kategori yang dipergunakan
untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan stimulus-stimulus (pengetahuan/informasi)
yang datang dari luar.
Pembelajaran
konsep merupakan proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan
untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dan yang tidak tepat dari berbagai
kategori. (Bruner, Goodnow dan Austin dalam miftahul huda, 2013;81).
Pembelajaran konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep merupakan batu
pembangun berfikir. Konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi
untuk merumuskan prinsip dan generalisasi. Untuk memecahkan masalah, seorang peserta
didik harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan ini berasal
dari konsep-konsep yang telah dipelajarinya. (Ratna Wilis Dahar, 2006;62).
Pada
dasarnya pembelajaran konsep disini merupakan proses kognitif yang terjadi di dalam diri seseorang. Adapun tiga proses
kognitif tersebut meliputi : (1) proses perolehan informasi baru, (2) proses
mentransformasikan informasi yang diterima, dan (3) menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan.(Brunner, dalam Ratna Wilis Dahar, 2006;77)
Menurut
bruner (dalam Ratna Wilis Dahar, 2006;78) perolehan pengetahuan dari proses
kognitif itu dapat disajikan dengan tiga cara yaitu : 1) cara penyajian
enaktif, cara penyajian melalui tindakan. 2) Penyajian dengan ikonik,
didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar
yang mewakili suatu konsep tetapi tidak mewakili sepenuhnya konsep itu. Dan 3)
penyajian secara simbolik, penyajian yang menggunakan kata-kata atau bahasa.
3.
Model Discovery Learning
a. Pengertian model Discovery Learning
Menurut Sund dalam http://ofiick.blogspot.com/2012/11/m0del-pembelajaran-penemuan-terbimbing.html, model pembelajran penemuan terbimbing
(Discovery learning) adalah proses mental dimana siswa mampu
mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksud dengan proses
mental antara lain ialah : mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebgainya. Dalam
teknik ini siswa dibiarkan untuk menemukan sendiri atau mengalami proses mental
itu sendiri, guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing apabila diperlukan
atau apabila ada yang dipertanyakan.
Sebagaimana diungkapkan oleh Jerome Bruner, Bruner
menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik.
Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah sera pengetahuan yang
menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Ratna Wilis
Dahar (2006:79). Dari teori belajar Bruner, intinya perolehan pengetahuan merupakan suatu proses
interaksi, dan orang mengkanstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi
yang masuk dengan informasi yang disimpan
atau diperoleh sebelumnya.
Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang
paling baik.
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model Discovery
adalah model pembelajaran yang mengarahkan siswa kepada data-data serta
informasi yang telah disediakan oleh guru untuk diolah sendiri oleh siswa
dengan bimbingan guru untuk kemudian siswa sendiri menemukan sebuah prinsip umum
dari data dan informasi yang disediakan tersebut.
b.
Kelebihan model Discovery
Learning
Dalam
penggunaan model discovery learning
ini guru berusaha meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Maka model ini memiliki
kelebihan sebagai berikut:
·
Model
ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta
penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.
·
Siswa
memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat
kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
·
Dapat
membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.
·
Model
ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai
dengankemampuannya masing-masing.
·
Mampu
mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat
untuk belajar lebih giat.
·
Membantu
siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses
penemuan sendiri.
Strategi
itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja
atau sebagai fasilitator, membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
c. Langkah-langkah
pembelajaran dengan menggunakan model Discovery
Learning
Langkah-langkah
pembelajaran dengan menggunakan model Discovery
Learning adalah sebagai berikut:
1) Stimulation
(stimulasi/pemberian rangsangan). Pertama-tama pada tahap ini pelajar
dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan
untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri.
2) Problem statement
(pernyataan/ identifikasi masalah). Setelah dilakukan stimulation langkah
selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah).
3) Data collection
(pengumpulan data). Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan
kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian
anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi
yang relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara
sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
4) Data processing
(pengolahan data). Data processing merupakan kegiatan mengolah data dan
informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi,
dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Data processing disebut juga dengan
pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan
baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian
secara logis.
5) Verification
(pentahkikan/pembuktian). Bertujuan
agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
6) Generalization (menarik
kesimpulan/generalisasi). Tahap generalitation/ menarik kesimpulan
adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan
berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil
verifikasi. Atau tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik
belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu. Akhirnya dirumuskannya
dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.
4.
Aplikasi Model Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA
Model pembelajaran ini
dapat diaplikasikan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi
Sifat-sifat cahaya yang meliputi perencanaannyam tahap-tahap pelaksanaannya dan
evaluasinya.
1.
Perencanaan
a.
Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan
awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
b.
Menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh
peserta didik.
c.
Menentukan materi yang harus dipelajari siswa secara
induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
d.
Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa
contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
e.
Mengatur materi pelajaran dari yang sederhana ke
kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai
ke simbolik.
f.
Mempersiapkan penilaian proses dan hasil belajar siswa
2.
Pelaksanaan pembelajaran:
a.
Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).
Memberikan rangsangan kepada siswa
dengan memberikan permasalahan kepada siswa baik itu pertanyaan, maupun sesuatu
yang harus dibuktikan. Permasalahan yang diberikan kepada siswa tentunya
berhubungan dengan materi sifat-sifat cahaya baik itu permasalahan berupa
sifat-sifat maupun penggunaan bahan tersebut pada alat yang digunakan oleh
manusia dikehidupan sehari-hari.
b.
Problem statement (pernyataan/ identifikasi
masalah).
Berdiskusi untuk mengidentifikasi
sebuah masalah yang telah ditentukan oleh guru. Identifikasi masalah ini bisa
dimulai dari contoh alat yang sering siswa lihat dikehidupan sehari-hari mereka
yang kemudian mereka analisis serta menggolongkan alat-alat tersebut.
c.
Data collection (pengumpulan data)
Pengumpulan data dilakukan untuk mencari kebenaran
data dari hasil identifikasi siswa. Pengumpulan data bisa dilakukan dengan cara
wawancara, observasi, angket dan sebagainya. Pada materi ini pengumpulan data
bisa dilakukan dengan cara pemberian lembar kegiatan percobaan
dan media objek untuk selanjutnya oleh siswa dilaksanakan dengan tujuan
membuktikan kebenaran data yang telah didapatkan sebelumnya. Percobaan yang
dilakukan akan lebih menekankan pada pembuktian dari sifat-sifat cahaya.
d.
Data processing (pengolahan data)
Data yang telah diperoleh pada saat
pengumpulan data kemudian diproses dan disusun secara sistematis oleh siswa,
baik itu dengan berupa tabel maupun laporan sederhana yang tidak terstruktur.
e.
Verification (pembuktian)
Setelah
data dapat diolah, siswa mencari contoh-contoh benda dan alat yang sering
mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mempermudah pekerjaan mereka
sesuai dengan sifat serta kegunaan benda tersebut.
f.
Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Menarik
kesimpulan dari keseluruhan kegitan yang telah dilaksanakan untuk selanjutnya
menjawab dan memecahkan masalah. Kesimpulan yang akan didapatkan oleh siswa
adalah berupa sifat-sifat yang dimiliki oleh benda-benda yang digunakan
manusia, contoh-contoh benda tersebut sesuai dengan sifatnya serta penggunaan
benda tersebut sebagai bahan penyusun alat-alat yang sering digunakan manusia
di kehidupan sehari-hari.
H. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu
Ichmarunto
(2014) dengan judul “Penerapan Model
Discovery Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Perubahan Kenampakan
Bulan Di Kelas IV SDN 6 Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
model Model Discovery pada
pembelajaran IPA di Kelas IV SDN 6 Arjawinangun dapat dilaksanakan dengan
efektif. Hal ini ditunjukkan pada peningkatan hasil belajar peserta didik. Data
hasil penelitian menunjukan bahwa sebelum diberikan tindakan dari 25 jumlah
peserta didik keseluruhan di kelas IV hanya tujuh orang memenuhi KKM sebesar 70
pada mata pelajaran IPA. Kemudian naik menjadi 10 orang pada siklus I, kemudian
pada siklus II naik lagi menjadi 18 orang, dan pada siklus III semua siswa
dapat dinyatakan tuntas berdasarkan KKM.
Purwanti (2010) dengan judul “Penerapan
Guided Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Penguasaan
Konsep Bagian-bagian Tumbuhan pada Siswa Kelas II SDN Pringo Kecamatan
Bululawang Kabupaten Malang”. Hasil penelitian menunjukkan terjadi
peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan Guided Discovery Learning.
Sebelum tindakan nilai rata-rata 65 dengan ketuntasan 60%. Setelah penerapan
Guided Discovery Learning nilai rata-rata siswa pada siklus I naik menjadi 79
dengan ketuntasan belajar 80%. Pada siklus II nilai rata-rata siswa meningkat
menjadi 87,5 dengan ketuntasan belajar 100%. Penerapan Guided Discovery
Learning juga meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Rata-rata
skor keaktifan siswa pada siklus I 3,5 atau 75% dan dikatakan baik, sedangkan
pada siklus II meningkat menjadi 3,75 atau 93,75% dan dikatakan sangat baik.
Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan Guided
Discovery Learning dapat meningkatkan penguasaan konsep bagian-bagian tumbuhan
pada siswa kelas II SDN Pringo Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang.
Yunari,
Naviah (2012) dengan judul “Peningkatan
Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Discovery Learning Materi Pecahan
Di Kelas III SDN 1 Wonorejo Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Tulungagung”. Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan
penerapan model discovery
learning, diperoleh peningkatan hasil belajar
matematika materi pecahan pada siswa di kelas III. Peningkatan hasil
belajar dari pratindakan, siklus I ke siklus II sebagai berikut. Pada tahap pra
tindakan rata-rata nilai kelas 53,73 dengan prosentase ketuntasan 32%. Siklus I
dari pertemuan 1 ke pertemuan 2 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,16
dengan peningkatan persentase ketuntasan secara klasikal sebesar 10%. Siklus II
dari pertemuan 1 ke pertemuan 2 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 9,22
dengan peningkatan prosentase ketuntasan secara klasikal sebesar 16 %.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan hasil belajar Matematika setelah diterapkan pembelajaran menggunakan
model discovery learning.
Merujuk dari beberapa temuan penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan model Discovery
Learning, peneliti merasa tertarik untuk menggunakan model tersebut dalam
meningkatkan pemahaman belajar peserta didik. Peneliti yakin dengan model Discovery Learning ini, akan dapat
meningkatkan pembelajaran IPA khususnya materi Sifat-sifat Cahaya.
I. DEFINISI OPERASIONAL
Agar
tidak terjadi kesalahpahaman dalam pengertian judul penelitian, maka penulis
mendefinisikannya sebagai berikut :
1. Model Discovery Learning
Model Discovery Learning adalah model pembelajaran
yang mengarahkan peserta didik kepada data-data serta informasi yang telah
disediakan oleh guru untuk diolah sendiri oleh peserta didik melalui bimbingan
guru untuk kemudian siswa menemukan sendiri sebuah prinsip umum dari data dan
informasi yang disediakan tersebut..
2. Pembelajaran
Konsep
Pembelajaran konsep adalah hasil
dari memori kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman konsep.
Dengan indikator telah mampu menginterpretasikan informasi atau pengetahuan
yang ia dapatkan baik secara enaktif, ikonik maupun simbolik.
Mengimplementasikan konsep atau pengetahuan yang telah diperoleh untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi
serta ketercapaian nilai KKM. Untuk melihat sejauh mana peningkatan
pembelajaran konsep yang telah dilaksanakan, dilakukan dengan pengamatan
aktivitas peserta didik dan pendidik
selama proses pembelajaran berlangsung,
dan tes tertulis maupun lisan secara individual dalam bentuk pre test post test. Hasil pengamatan pre
test dan post test nantinya akan
dianalisi untuk melihat sejauh mana peningkatan yang terjadi dalam pembelajaran
konsep, dan hasilnya dinyatakan secara deskriptif kualitatif.
J. Hipotesis Tindakan
Menurut
Ir. I Made Wirartha, M.Si, (2006:25)
Hipotesis
merupakan tesis (kesimpulan) yang hipo (tarafnya rendah).Jadi hipotesis
merupakan kesimpulan yang tarafnya rendah, disebut demikian karena belum diuji
oleh kenyataan empiriknya.Oleh sebab itu pula disebut kesimpulan teoritik.Dan
jika telah teruji oleh data empirik dan ternyata benar maka hipotesis itu
menjadi tesis.
Dalam
penelitian ini hipotesis yang digunakan dalam masalah penelitian tindakan kelas
dapat dirumuskan sebagai berikut : “ada peningkatan dalam pembelajaran konsep sifat-sifat cahaya dengan
menggunakan Model Discovery Learning
di kelas V SDN 2 suntenjaya”
K. METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
1.
Metode
Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Penelitian tindakan kelas. Menurut Suharsimi, dkk (2010) penelitian tindakan
kelas merupakan siatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa suatu
tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam suatu kelas secara
bersama. Menurut Kemmis dan Mc Taggart, (1988) bahwa penelitian tindakan kelas
adalah bentuk refleksi diri secara kolektif yang melibatkan partisipan dalam
suatu situasi social untuk mengembangkan rasionalisasi dan justifikasi dari
praktik pendidikan.
Penelitian ini berbasis kolaboratif, sehingga dalam
pelaksanaannya penelitian dilakukan melalui kerja sama dengan guru wali kelas V
SDN 2 Suntenjaya. Peneliti berperan sebagai guru untuk melakukan tindakan
pembelajaran sesuai perencanaan tindakan yang dibuat.
2.
Prosedur
Penelitian
Model penelitian
tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang
dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian tindakan dapat dipandang
sebagai suatu siklus spiral dari penyusunan perencanaan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan (observasi), dan refleksi yang selanjutnya mungkin diikuti dengan
siklus spiral berikutnya.
Dalam pelaksanaannya penilitian secara
rinci terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1) Perencanaan tindakan, menggambarkan secara rinci
hal-hal yang perlu dilakukan sebelum pelaksanaan tindakan, diuraikan sebagai
berikut:
a. Mendiskusikan dengan guru tentang langkah-langkah, model, dan media yang akan digunakan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran
b. Menyesuaikan rancangan penelitian dengan pokok bahasan
c. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
d. Mempersiapkan media yang akan digunakan untuk
mengaplikasikan kegiatan eksperimen
e. Mempersiapkan perangkat-perangkat
pembelajaran yang perlu disiapkan dan dikembangkan, yaitu: lembaran-lembaran evaluasi dan instrumen lain berikut
kriteria penilaian dan kunci
jawaban yang
akan disiapkan dan dikembangkan.
f. Mempersiapkan alat-alat untuk
dokumentasi kegiatan pembelajaran
2) Pelaksanaan
tindakan berisi uraian tahapan-tahapan tindakan yang akan dilakukan oleh
peneliti, observer, dan peserta didik dalam pembelajaran. Pelaksanaan dilakukan
pada bulan Maret-April 2014. Uraian dari tahapan pelaksanaan adalah sebagai
berikut:
a. Pelaksanaan
kegiatan pembelajaran, dalam tahap ini kegiatan pembelajaran yang dirumuskan
diaplikasikan dalam kelas. Dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
· Peneliti
sebagai guru melakukan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model Discovery Learning.
· Langkah
pembelajaran diawali dengan pengeksplorasian pengetahuan awal peserta didik
mengenai materi cahaya, kemudian menyebutkan sifat-sifat cahaya. Pada langkah
ini, guru sebagai motivator mmembangun motivasi peserta didik.
· Pembelajaran
dilanjutkan dengan penayangan obyek yang dipilih (media pembelajaran interaktif
sifat-sifat cahaya). Penayangan CD interaktif ini menjadi salah satu langkah
dalam membangun motivasi peserta didik sekaligus memberikan penginderaan
mengenai materi pembelajaran yang dilakukan.
· Guru
memberikan penjelasan sedikit tentang materi dengan bantuan media diatas,
kemudian memberikan pertanyaan kepada peserta didik berhubungan dengan materi
yang disampaikan.
· Peserta
didik bekerja dalam kelompok untuk melakukan eksperimen berkaitan dengan
sifat-sifat cahaya. Kegiatan eksperimen ini dilakukan untuk memberikan
pengalaman langsung kepada peserta didik untuk menemukan sendiri konsep-konsep
dalam materi sifat-sifat cahaya sehingga lebih memahami materi tersebut.
· Peserta
didik membuat kesimpulan dari hasil pengamatannya berupa laporan sederhana.
· Salah
satu perwakilan peserta didik mempresentasikan masing-masing hasil percobaan
yang telah dilakukan kelompoknya.
· Pada
akhir pembelajaran, pembelajaran ditutup dengan menyimpulkan dan merespon
kegiatan yang telah dialami. Tahap ini merupakan salah satu bentuk konfirmasi
dalam pembelajaran.
3) Observasi, menggambarkan mengenai pengamatan
observer terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dan sembilan orang peserta didik. Mengobservasi kesesuaian rencana dengan aplikasinya pada
saat berlangsungnya proses belajar mengajar serta mengobservasi ketercapaian indikator kognitif dan
indikator afektif pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
Kegiatan observasi ini dilakukan oleh observer dengan menggunakan instrument
yang telah disiapkan oleh peserta didik.
4) Refleksi, dilakukan untuk mengevaluasi kekurangan dan kelebihan
proses belajar mengajar pada siklus I. Kekurangan dapat diperbaiki pada siklus
berikutnya
Pelaksanaan
penelitian dilakukan dalam beberapa siklus. Apabila pada siklus II belum juga mengarah kepada
perubahan proses pembelajaran dan hasil belajar maka dapat dilakukan siklus
III. Siklus dapat dihentikan jika hasil belajar yang diinginkan telah tercapai.
Refleksi Awal, perencanaan
tindakan, pelaksanaaan
tindakan, dan refleksi pada
siklus II dapat dilakukan atas hasil evaluasi dari siklus I
dan begitu juga dengan siklus selanjutnya.
1.
Teknik
Pengumpulan Data
Sehubungan dengan adanya
pertanyaan penelitian yang tersedia, yaitu :
1)
Bagaimanakah peningkatan pembelajaran
konsep sifat-sifat cahaya melalui penerapan Model
Discovery Learning di SDN 2 Suntenjaya?
2) Bagaimana
peningkatan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran IPA materi
sifat-sifat cahaya melalui penerapan Model
Discovery Learning di SDN 2 Suntenjaya?
Maka
terdapat dua jenis data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
a. peningkatan
pembelajaran konsep sifat-sifat cahaya melalui penerapan Model Discovery Learning
Data ini dikumpulkan
melalui lembar observasi mengenai aktivitas peserta didik dan pendidik selama
kegiatan belajar mengajar dikelas, dan dokumentasi pembelajaran yang diambil
oleh observer yang kemudian dianalisis secara deskriptip.
b. Data
peningkatan hasil belajar peserta didik
Data ini dikumpulkan
melalui penggunaan lembar observasi aktivitas selama melakukan kegiatan
praktikum, penilaian produk yang dibuat peserta didik yang menjadi sampel dalam
penelitian dan tes yang dibuat oleh
pendidik dalam penelitian ini. Data ini kemudian dianalisis secara deskriptif.
2. Instrumen Penelitian
Berikut
uraian instrument yang digunakan dalam penelitian :
a. Tes
Instrument ini digunakan untuk
memperoleh data mengenai pemahaman peserta didik. Instrument ini berupa tes
uraian yang mengukur pemahaman peserta didik terhadap materi berdasarkan
indikator pemahaman yang telah ditentukan. Dimana dilaksanakan dalam dua bentuk
yaitu pre test untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman awal peserta didik tentang materi sifat-sifat cahaya dan post test untuk mengetahui sejauh mana
peningkatan pemahaman yang didapatkan peserta didik setelah diberikan treatment.
b. Lembar
Observasi
Instrumen yang digunakan untuk
memperoleh data mengenai aktivitas guru
dan peserta didik selama kegiatan belajar mengajar di kelas dengan peneran Model Discovery Learning. Instrumen ini
digunakan oleh observer untuk sembilan orang peserta didik.
c. Dokumentasi
Teknik
dokumenter (documentary study)
merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis
dokumen arsip, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.Dokumen
sehubungan penelitian harus sesuai dengan fokus masalah penelitian dan tujuan.
Dalam penelitian ini yang dipakai adalah dokumentasi dalam bentuk foto dan
video selama pembelajaran berlangsung.
3.
Analisis
Data
Dalam
menjawab pertanyaan penelitian, analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang akan digunakan dalam usaha
mencari dan mengumpulkan data, menyusun, menggunakan serta mentafsirkan
mengenai pemahaman dan keaktifan belajar peserta didik yang diperoleh dari tes
uraian serta lembar observasi dan dokumentasi untuk untuk mengetahui
peningkatan pemahaman peserta didik.
Menurut Takari (2008: 29)Analisis data dilakukan melalui
tiga tahap, yaitu:
a.
Reduksi
data adalah proses penyederhanaan data yang dilakukan melalui seleksi,
pengelompokan, dan pengorganisasian data mentah menjadi sebuah informasi
bermakna.
b.
Paparan
data merupakan suatu upaya menampilkan data secara jelas dan mudah dipahami
dalam bentuk paparan naratif, tabel, grafik, atau perwujudan lainnya yang dapat
memberikan gambaran jelas tentang proses dan hasil tindakan lainnya.
c.
Penyimpulan
merupakan pengambilan intisari dari sajian data yang telah terorganisasikan
dalam bentuk pernyataan atau kalimat singkat, padat dan bermakna.
.
4.
Setting
Penelitian
Setting dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Subjek Penelitian
Subjek
penelitian ini adalah peserta didik kelas V SDN 2 Suntenjaya yang berjumlah 34 peserta didik.
b.
Lokasi Penelitian
Lokasi
penelitian ini adalah SDN 2 Suntenjaya yang beralamat di Kp. Gandok Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.
c.
Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini
diprediksi selesai dalam empat bulan yaitu dari Maret-Juni 2014.
L. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian
tindakan kelas ini akan dilaporkan dalam bentuk skripsi. Skripsi yang dimaksud
terdiri dari 5 bab.
BAB
I Pendahuluan. Dalam bab ini berisi
tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
hasil penelitian dan definisi operasional.
BAB
II Kajian Teori. Dalam bab ini berisi
tentang pengertian 1) Karakteristik Pembelajaran IPA yang di dalamnya membahas:
pengertian IPA, hakikat IPA dan tujuan pembelajaran IPA. 2) Pembelajaran Konsep
yang didalamnya membahas juga mengenai pengertian pembelajaran, konsep, dan
pemahaman konsep. c) Model Discovery
Learning yang didalamnya membahas mengenai pengertian model discovery learning, kelebihannya dan
langkah-langkah pelaksanaan model tersebut, d) Aplikasi Model Discovery Learning dalam pembelajaran IPA, e) Kajian hasil
penelitian yang relevan dan e). Kerangka berfikir.
BAB
III Metode Penelitian. Dalam bab ini
diuraikan tentang metode penelitian, model penelitian, lokasi dan waktu, subjek
penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian dan analisis dan
interpretasi data
BAB
IV Hasil Penelitian dan Pembahasan.
Dalam bab ini diurakan tentang penerapan Model
Discovery Learning, penyajian data, analisis data tentang penerapan Model Discovery Learning dalam meningkatkan pembelajaran konsep
sifat-sifat cahaya di SD kelas V.
BAB
V Simpulan dan Rekomendasi. Dalam bab ini berisikan tentang simpulan dari hasil
penelitian serta rekomendasi yang merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian
yang ditemukan.
M. JADWAL PENELITIAN
Waktu
penelitian adalah empat bulan terhitung mulai bulan Maret
sampai dengan Juni 2014. Urutan kegiatan beserta jadwal pelaksanaannya disajikan
pada berikut.
No
|
Uraian
Kegiatan
|
Bulan
|
|||||||||||||||
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1
|
Perencanaan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Penyusunan
Proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Pelaksanaan
Tindakan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Pengumpulan
Data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Pengelolaan
Data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
Penyusunan
Laporan dan Bimbingan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Sidang
skripsi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
N.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, suharsimi,
dkk. (2010). Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Bumi Aksara.
Azmiyawati, Choiril dan
Hadi, Wigati dkk. (2008). IPA Salingtemas
untuk kelas V SD/MI. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
PendidikanNasional.
Dinas
Pendidikan dan kebudayaan (2013) Kabupaten Bandung.
Huda, Miftahul. (2013).
Model-model Pembelajaran dan Pembelajaran.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sulistyanto, Heri dan
Wiyono, Edy. (2008). Ilmu pengetahuan
alam untuk SD dan MI Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
PendidikanNasional.
Susanto, Ahmad. (2012).
Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah
Dasar. Jakarta: Kencana
Widodo, A. DKK. (2010).
Pendidikan IPA di Sekolah Dasar. Bandung:
UPI Press.
Wilis
Dahar, Ratna. (2006). Teori-Teori Belajar
dan Pembelajaran. Bandung: Jakarta
Wiriaatmadja,
Rochiati. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung :
Remaja Rosdakarya
Neni,
s. (2012). BAB II:Kajian Pustaka. [Online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/9741/5/BAB%202%20-%2008108244136.pdf. (8 Desember 2013)
Ichmarunto
(2014). “Penerapan Model Discovery Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Perubahan Kenampakan Bulan Di Kelas IV
SDN 6 Arjawinangun Kecamatan Arjawinangun Kabupaten Cirebon”. [Online]. Tersedia: [Online]. Tersedia: http://perpustakaan.upi.edu/index.php?option=com_content&view=article&id=112&Itemid=210.
(21 Maret 2014)
Nizbah,
Faizal. (2013). Hakikat IPA. [Online]. Tersedia: http://faizalnizbah.blogspot.com/2013/05/hakikat-ipa.html.
(8
Desember 2013).
Purwanti (2010). “Penerapan
Guided Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Penguasaan
Konsep Bagian-bagian Tumbuhan pada Siswa Kelas II SDN Pringo Kecamatan
Bululawang Kabupaten Malang”. [Online]. Tersedia:
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/6064.
(21
Maret 2014)
Samultian, Cayang. (2013). Hakikat Pembelajaran IPA di SD. [Online]. Tersedia: http://cayangsamultian.blogspot.com/2013/01/hakikat-pembelajaran-ipa-di-sd.html.
(8
Desember 2013)
Suciati,
Rien.(2013).Model Pembelajaran Discovery (penemuan).[Online] Tersedia: http://riensuciati99.blogspot.com/2013/04/model-pembelajaran-discovery-penemuan.html
Sangsukses.
(2013). Pengertian Pemahaman Peserta
Didik. [Online] Tersedia:http://www.sangsukses.blogspot.com/Pengertianpemahamanpesertadidik.html.
(2 November 2013)
Surya.
(2012). Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Ipa Dengan Metode
Pembelajaran Penemuan (Discovery) Pada Siswa Kelas Vi Sdn Teratak Lombok Tengah
Tahun Pelajaran 2010/2011. [Online]
Tersedia: http://suryaeduc.blogspot.com/2012/10/upaya-meningkatkan-prestasi-belajar-ipa.html#.
(21 Maret 2014)
Taufikkurahman.
(2012). Model Pembelajaran Terbimbing.
.[Online] Terseda: http://ofiick.blogspot.com/2012/11/m0del-pembelajaran-penemuan-terbimbing.html.
(21
Maret 2013)
Tepanus,
Haris.(2013).Model Pembelajaran Penemuan.[Online] Terseda: http://haristepanus.wordpress.com/2013/07/18/model-pembelajaran-penemuan-discovery-learning/.
(21 Maret 2014)
Yuliani,
Refi Elfira.(2008). Pendekatan Inquiry Dan Discovery.[Online] Tersedia: http://refi07.wordpress.com/pendekatan-inquiry-dan-discovery/
Yunari, Naviah.
(2012). “Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Melalui Penerapan Model Discovery Learning Materi Pecahan Di Kelas III SDN 1
Wonorejo Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Tulungagung”. .[Online] Tersedia: http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/19118.
(21 Maret 2014)
0 komentar:
Posting Komentar