Belajar merupakan proses perubahan
tingkah laku yang
relatif tetap. Dalam proses ini perubahan tidak terjadi sekaligus tetapi terjadi secara bertahap tergantung pada faktor-faktor
pendukung belajar yang
mempengaruhi siswa. Faktor-faktor
ini umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor intern dan
faktor ekstern.
Faktor intern berhubungan dengan segala
sesuatu yang ada
pada diri siswa
yang menunjang pembelajaran, seperti inteligensi, bakat, kemampuan
motorik pancaindra, dan skema berpikir. Faktor ekstern merupakan segala
sesuatu yang berasal dari luar
diri siswa yang
mengkondisikannya dalam pembelajaran,
seperti pengalaman,
lingkungan sosial, metode
belajar-mengajar, strategi belajar-mengajar, fasilitas belajar dan dedikasi
guru. Keberhasilannya mencapai
suatu tahap hasil belajar memungkinkannya untuk belajar lebih
lancar dalam mencapai tahap selanjutnya.
Secara umum prestasi belajar siswa
di Indonesia ditentukan oleh kemampuan kognitifnya dalam memahami sebaran
materi pelajaran yang
telah ditentukan di dalam
kurikulum. Soemanto (1984:120-121) menyatakan bahwa tingkah
laku kognitif merupakan tindakan mengenal atau memikirkan situasi di
mana tingkah laku terjadi. Tingkah laku tergantung pada insight (pengamatan
atau pemahaman) terhadap hubungan
yang ada dalam
situasi. Dalam kognisi terjadi proses
berpikir dan proses mengamati yang
menghasilkan, memperoleh, menyimpan, dan memproduksi pengetahuan (Monks
dan Knoers, 1998:216). Dengan demikian struktur
kognitif sebagai hasil belajar yang diperoleh siswa mempunyai bentuk
yang beraneka ragam.
Setiap orang yang melakukan
kesalahan suatu kegiatan akan selalu ingin tahu hasil dari kegiatan yang
dilakukannya. Sering kali pula, orang yang melakukan kegiatan tersebut
berkeinginan mengetahui baik atau buruknya kegiatan yang dilakukannya. Untuk menyediakan
informasi tentang baik atau buruknya proses dan hasil kegiatan pembelajaran,
maka seorang guru harus menyelenggarakan evaluasi. Kegiatan evaluasi yang
dilakukan guru mencakup evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran
sekaligus.
Disisi lain, evaluasi juga merupakan
salah satu komponen sistem
pembelajaran atau pendidikan. Hal ini berarti, evaluasi merupakan kegiatan yang
tak terelakkan dalam setiap kegiatan/proses pembelajara.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran ini,
tampaklah pada kita akan pentingnya penyelenggaran evaluasi. Oleh karena itu,
sudah sepatutnya seorang guru memliki kemampuan menyelenggarakan evaluasi.
Untuk memenuhi kebutuhan sebagai calon guru, berikut akan disajikan mengapa,
apa dan bagaimana evaluasi belajar dan pembelajaran serta bagaimana ciri-ciri
hasil belajar dan factor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar akan dibahas dalam
makalah ini.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa
pengertian belajar dan hasil belajar?
2. Faktor
apa sajakah yang mempengaruhi hasil belajar?
3. Bagaimanakah
cirri hasil belajar yang optimal?
4. Apa
pengertian, kedudukan, syarat, fungsi, tujuan dan sasaran evaluasi hasil
belajar serta bagaimana prosedur evaluasi hasil belajar?
1.3
Tujuan Penulisan
Berdasarkan masalah yang dirumuskan
diatas, makalah ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai hal-hal
sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui arti dari belajar dan hasil belajar.
2. Untuk
mengetahui factor apa saja yang mempengaruhi hasil belajar.
3. Untuk
mengetahui apa saja ciri hasil belajar yang optimal.
4. Untuk
mengetahui pengertian, kedudukan, syarat, fungsi, tujuan dan sasaran evaluasi
hasil belajar serta bagaimana prosedur evaluasi hasil belajar.
HASIL BELAJAR
2.1.1
Pengertian Belajar
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau
latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa
saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus
dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa
yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Seseorang yang
sudah melakukan belajar mengalami perubahan tingkah laku. Rochman Natawijaya
(1984 : 13) memaparkan tentang ciri- ciri perubahan tingkah laku dalam
pengertian belajar adalah sebagai berikut :
a. Perubahan yang terjadi secara sadar
Individu belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau
sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadinya adanya perubahan dalam
dirinya
b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungtional
Sebagai hasil belajar, perubahan berlangsung terus menerus
dan tidak statis, satu perubahan akan menyebabkan perubahan dan akan berguna
bagi kehidupan ataupun proses belajar.
c. Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan pasif
Dalam perbuatan belajar belajar, perubahan-perubahan itu
sementara bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya.
d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara yang terjadi hanya untuk
beberapa saat saja tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti
belajar, teori yang bersifat permanent itulah yang merupakan dalam arti
belajar.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
Ini berarti perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan
yang akan dicapai.
f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan
mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, kebiasaa,
keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.
Proses belajar terdiri dari beberapa tahap yang kesemuanya
harus dilalui bila seseorang ingin belajar dalam arti yang sesungguhnya. Gambar
dibawah ini menunjukan bagaimana proses belajar itu sendir.
2.1.2 Pengertian Hasil Belajar
Menurut
Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua
sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar
merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada
saat sebelum belajar. Tingkat
perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif,
dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat
terselesikannya bahan pelajaran.
Menurut
Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi
perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi
tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Berdasarkan
teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga
kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah
sebagai berikut:
1.
Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil
belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2.
Ranah Afektif berkenaan dengan sikap
dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima,
menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai
atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda,
koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe
hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena
lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi
bagian dari hasil penilaian dalam proses hasil belajar disekolah.
Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran
atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai
apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah
laku yang lebih baik lagi.
Howard Kingsley
membagi 3 macam hasil belajar:
a)
Keterampilan dan
kebiasaan
b)
Pengetahuan dan
pengertian
c)
Sikap dan cita-cita
Pendapat
dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses
belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah
menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.
Berdasarkan
pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu
penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang.
Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang
selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi
individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan
merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
Hasil belajar adalah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar
mempunyai peranan penting dalamproses pembelajaran. Proses penilaian terhadap
hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa
dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar.
Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina
kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut baik untuk keseluruhan kelas maupun
individu.
Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam
hasil belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan
pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi
dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah, (Nana Sudjana, 2004:22).
2.2 Faktor-faktor
yang Mempengaruhi
Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar,
diantaranya :
1. Faktor
Internal (dari dalam individu yang belajar)
Faktor
yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam
individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah
faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian, pengamatan,
tanggapan dan lain sebagainya.
2. Faktor Eksternal (dari luar individu
yang belajar)
Pencapaian
tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif.
Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang
mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan,
dan pembentukan sikap.
Hasil
belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang
dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa.
Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa, (Nana
Sudjana, 1989:111)
Hasil belajar merupakan hasil yang
telah dicapai setelah dilaksanakan program kegiatan belajar mengajar disekolah.
Hasil belajar dalam periode tertentu dapat dilihat dari nilai rapot yang secara
nyata dapat dilihat dalam bentuk angka-angka
Menurut Robert M. Gagne (Sujana,
1990:22) mengungkapkan bahwa ada lima kategori hasil belajar, yaitu :
·
Keterampilan Intelektual ®
Kapasitas intelektual seseorang
·
Strategi Kognitif ®
Kemampuan mengatur cara belajar dan berfikir seseorang
·
Informasi verbal ®
Kemampuan menyerap pengetahuan dalam arti informasi dan fakta
·
Keterampilan motoris ®
menulis, menggunakan peralatan
·
Sikap dan Nilai ®
Kemampuan ini berhubungan dengan tingkah laku
2.3
Ciri-ciri Hasil Belajar yang Optimal
Keberhasilan
seorang guru diukur dari keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar dan
hasil belajar yang dicapainya. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses
belajar mengajar yang optimal menunjukan hasil yang optimal ditunjukan dengan
cirri-ciri sebagai berikut:
1. Kepuasan
dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsic pada diri
siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang
lebih keras untuk memperbaiki dan setidaknya mempertahankan apa yang telah
dicapai.
2. Menambah
keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya
bahwa ia mempunyai potensi yang tidak sebagaimana mestinya.
3. Hasil
belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingat,
membentuk prilaku, bermanfaat untuk mencapai aspek lain, kemauan dan kemampuan
untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya.
4. Hasil
belajar yang dicapai bermakna secara menyeluruh (komprehensif) yakni mencakup
ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan ranah afektif (sikap) dan arah
psikomotorik, keterampilan atau prilaku.
5. Kemampuan
siswa untuk mengonrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam
menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha
belajarnya (sudjana, 1990:57).
2.4 Evaluasi Hasil Belajar
2.4.1 Pengertian Evaluasi
Davies
mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan atau
menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja,
proses, orang, objek, dan masih bnayak yang lain (Davies, 1981:3). Pengertian
evaluasi lebih dipertegas lagi, dengan batasan sebagai proses memberikan atau
menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu criteria tertentu
(Nana Sudjana, 1990:3). Dapat disimpulkan bahwa evalusai secara umum dapat
diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan,
kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek dan yang lain)
berdasarkan kiriteria tertentu melalui penilaian. Untuk menentukan nilai
sesuatu dengan cara membvandingkan dengan kriteria, evaluator dapat langsung
membandingkan dengan kriteria namun dapat pula melakukan pengukuran terhadap
sesuatu yang dievaluasi kemudian baru membandingkan dengan criteria. Dengan
demikian evaluasi tidak selalu melalui proses pengukuran baru melakukan proses
penilaian, tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian.
Pengukuran
lebih mendekatkan pada proses penentuan kuantitas sesuatu melalui membandingkan
dengan satuan ukuran tertentu (Arikunto, 1990:3). Sedangkan penilaian
menekankan kepada proses pembuatan keputusan terhadap sesuatu ukuran baik-buruk
yang bersifat kualitatif (Arikunto, 1990:3; Nurkancana, 1968:2). Dari batasan
pengukuran dan penilaian, dapat ditandai adanya perbedaan yang nyata antara
keduanya. Pengukuran dilakukan apabila kegiatan penilaian membutuhkannya, bila
kegiatan penilaian tidak membutuhkannya maka kegiatan pengukuran tidak perlu
dilakukan. Hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif akan diolah dan
dibandingkan dengan kriteria, hingga didapatkan hasil penilaian yang bersifat
kualitatif.
Pengertian
evalusai belajar dan pembelajaran sendiri adalah proses untuk menentukan nilai
belajar dan pembelajaan yang dilaksanakan melalui kegiatan penilaian dan/atau
pengukuran belajar dan pembelajaran. Sedangkan pengertian pengukuran dalam
kegiatan belajar dan pembelajaran adalah proses membandingkan tingkat
keberhasilan belajar dan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan belajar dan
pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif. Pengertian penilaian
belajar dan pembelajaran adalah proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan
belajar dan pembelajaran secara kuantitatif.
2.4.2 Kedudukan
Evaluasi dalam Proses Pendidikan
Proses
pendidikan merupakan proses pemanusiaan manusia, dimana didalamnya terjadi
proses membudayakan dan memberadabkan manusia. Agar membentuk manusia yang
berbudaya dan beradab, maka diperlukan transformasi kebudayaan dan peradaban.
Sebagai proses transformasi .
Masukan dalam proses pendidikan adalah
siswa dengan segala karakteristik dan keunikannya. Untuk memastikan
karakteristik dan keunikan siswa yang yang akan masuk dalam transformasi,
diperlukan evaluasi terhadap masukan. Dengan adanya kepastiaan tentang
karakteristik dan keunikan siswa, akan menentukan rancangan program dan proses
pembudayaan dan pemberadaban siswa yang menjadi masukan.
Transformasi dalam proses pendidikan
adalah proses untuk membudayakan dan memberadabkan siswa. Lembaga pendidikan
merupakan tempat terjadinya transformasi. Unsure-unsur transformasi dalam
proses pendidikan meliputi:
a.
Pendidikan dan personal lainnya
b.
Isi pendidikan
c.
Teknik
d.
Sistem evaluasi
e.
Sarana pendidikan
f.
Sistem administrasi
Untuk
mengetahui efisiensi dan efektivitas transformasi dalam proses pendidikan perlu
dilaksanakankan evaluasi terhadap bekerjanya unsure-unsur transformasi.
Keluaran
dalam proses pendidikan adalah siswa yang semakin berbudaya dan beradab sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan. Untuk mengetahuai apakah siswa telah sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan lembaga pendidikan atau belum, diperlukan
kegiatan evaluasi
Umpan
balik dalam proses pendidikan adalah segala informasi yang berhasil diperoleh
selama proses pendidikan yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
perbaikan transformasi dan masukan yang ada dalam proses. Adanya umpan balik
yang akurat sebagai hasil evaluasi yang akurat pula, akan memudahkan kegiatan
perbaikan proses pendidikan.
Dari
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap unsure yanga ada dalam proses
transformasi pendidikan membutuhkan kegiatan transformasi. Dengan demikian
jelas bahwa kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan bersifat integrative,
artinya setiap ada proses pendidikan pasti ada evaluasi.
2.4.3
Syarat-syarat
Umum Evaluasi
Syarat-syarat
umum yang harus dipenuhi dalam mengadakan kegiatan evaluasi dalam proses
pendidikan adalah sebagai berikut:
a.
Kesahihan
Kesahihanmenggantikan
kata validitas (validity) yang dapat diartikan sebagai ketepatan evaluasi
mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Kesahihan dapat diterjemahkan pula
sebagai kelayakan interpretasi terhadap hasil dari suatu instrument evaluasi
atau tes dan tidak terhadap instrument itu sendiri (Gronlund, 1985:57).
Kesahihan juga dapat dikatakan lebih menekankan kepada hasil/perolehan
evaluasi, bukan kepada kegiatan evaluasinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kesahihan hasil evaluasi meliputi:
1.
Faktor instrumen evaluasi itu sendiri.
2.
Faktor-faktor administrasi evaluasi dan penskoran,
3.
Faktor-faktor dalam respon-respon siswa
b.
Keterandalan
Keterandalan evaluasi
berhubungan dengan masalah kepercayaan, yakni tingkat kepercayaan bahwa suatu
instrument evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat(Arikunto, 1991:80).
Gronlund dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:196) mengemukakan bahwa,
“keterandalan menunjukkan kepada konsistensi (keajegan) pengukuran yakni
bagaimana keajegan skor tes atau hasil evaluasi lain yang berasal dari
pengukuran yang satu ke pengukuran yang lain”. Dengan kata lain, keterandalan
dapat kita artikan sebagai tingakat kepercayaan keajegan hasil evaluasi yang
diperoleh dari suatu instrument evaluasi. Faktor-faktoryang mempengaruhi adalah
sebagai berikut:
a.
Panjang tes
b.
Sebaran skor
c.
Tingkat kesulitan tes
d.
Objektivitas
c.
Kepraktisan
Dalam
memilih tes dan instrumen evaluasi yang lain kepraktisan merupakan syarat yang
tidak dapat diabaikan. Kepraktisan evaluasi terutama dipertimbangkan saat
memilih tes atau instrumen evaluasi lain yang dipubliksikan oleh suatu lembaga.
Kepraktisan evaluasi dapat diartikan sebagai kemudahan-kemudahan yang ada pada
instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan, menginterpretasi,
memperoleh hasil,mapunkemudahan dalam menyimpannya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepraktisan instrumen evaluasi adalah sebagai berikut:
a.
Kemudahan mengadministrasi
b.
Waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi
c.
Kemudahan menskor
d.
Kemudahan interpretasi dan aplikasi
e.
Tersedianya bentuk instrumen evaluasi yang ekuivalen atau sebanding
2.4.4 Fungsi
dan Tujuan
Evaluasi
Hasil Belajar
Dari pengertian evaluasi kita dapat mengetahui bahwa evaluasi hasil
belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan
penilaian dan/atau pengukuran hasil belajar. Berdasarkan pengertian evaluasi
hasil belajar kita dapat menengarai tujuan utamanya adalah untuk mengetahui
tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan
pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan
skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol. Apabila tjuan utama kegiatan
evaluasi hasil belajar ini sudah terealisasi, maka hasilnya dapat difungsikan
dan ditujukan untuk berbagai keperluan.
Hasil dari kegiatan evaluasi hasil
belajar pada akhirnya difungsikan dan ditujukan untuk keperluan berikut ini.
a. Untuk
diagnostik dan pengembangan. Yang dimaksud dengan hasil dari kegiatan evaluasi
untuk diagnostik dan pengembangan adalah penggunaan hasil dari kegiatan
evaluasi hasil belajar sebagai dasar pendiagnosisan kelemahan dan keunggulan
siswa beserta sebab-sebabnya (Arikunto, 1990: 10; Nurkancana, 1986: 4),
berdasarkan pendiagnosisan inilah guru mengadakan pengembangan kegiatan
pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Untuk
seleksi. Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar seringkali digunakan
sebagai dasar untuk menentukan siswa-siswa yang paling cocok untuk jenis jabatan atau jenis pendidikan tertentu.
Dengan demikian hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar digunakan untuk
seleksi (Arikunto, 1990: 9; Nurkancana, 1986: 5-6).
c. Untuk
kenaikan kelas. Menentukan apakah seseorang siswa dapat dinaikan ke kelas yang lebih tinggi atau tidak, memerlukan
informasi yang dapat mendukung keputusan yang dibuat guru. Berdasarkan hasil
dari kegiatan evaluasi hasil belajar siswa mengenai sejumlah isi pelajaran yang
telah disajikan dalam pembelajaran, maka guru dapat dengan mudah membuat
keputusan kenaikan kelas berdasarkan ketentuan yang berlaku.
d. Untuk
penempatan. Agar siswa dapat berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan dan
potensi yang mereka miliki, maka perlu dipikirkan ketepatan penempatan siswa
pada kelompok, guru dapat menggunakan hasil dari kegiatan evaluasi hasil
belajar berbagai dasar pertimbangan (Arikunto, 1990: 10-11; Nurkancana, 1986:
4-5).
2.4.5 Sasaran
Evaluasi Hasil Belajar
Sebagai kegiatan yang berupaya untuk
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang ditetapkan,
maka evaluasi hasil belajar memiliki
sasaran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan. Ranah tujuan
pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi tiga,yakni: rnah kognitif,ranah afektif,dan ranah psikomotorik(Davies,
1986:97;Jarolimek dan Foster, 1981 : 148). Taksonomi tujuan ranah kognitif
dikemukakan oleh Bloom (1956) merupakan hal yang amat penting diketahui oleh
guru sebelum melaksanakan evaluasi. Selain itu, pada tahun 1964 Krathwohl,
Bloom, dan Masia mengemukakan ranah afektif dri taksonomi tujuan pendidikan.
Sedangkan taksonomi tujuan ranah psikomotorik dikemukakan oleh Harrow pada
tahun 1972.
Mengingat ranah-ranah yang terkandung
dalam suatu tujuan pendidikan merupakan sasaran evaluasi hasil belajar, maka
kita perlu mengenalnya lebih terinci. Pengenalan terhadap ranah-ranah tujuan
pendidikan akan sangat membantu pada saat memilih dan menyusun instrumen
evaluasi hasil belajar. Penjelasan dari tiap-tiap ranah tujuan pendidikan,
dapat diuraikan seperti berikut ini.
Tujuan ranah kognitifberhubungan dengan
ingatan ataui pengenalan terhadap penegtahuan dan informasi, serta pengembangan
keterampilan intelektual (Jarolimek dan Foster, 1981 : 148). Taksonomi atau
penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 (enam)
kelas/tingka yakni:
1. Pengetahuan,
merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan
pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta,istilah, dan
prinsip-prinsip dalam bentuk seperti mempelajari (Davies, 1986:99).
Dalam
pengenalan, siswa diminta untuk memilih salah satu dari dua atau lebih pilihan
jawaban, sedangkan untuk pengingatan kembali siswa diminta untuk mengingat
kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana (Arikunto, 1990 :113).
2. Pemahaman,
merupakan tingkat berikutnyadari tujuan ranah kognitif berupa kemampuan
memahami/mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu
menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya (Davies, 1986 : 100).
Dalam
pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang
sederhana di antara fakta-fakta atau konsep (Arikunto, 1990: 113).
3. Penggunaan /penerapan,
merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai
dalam situasi konkret dan situasi baru (Davies, 1986 : 100).
Untuk
penggunaan/penerapan, siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau
memilih generalisasi/abstraksi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan,
cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya
secara benar (Arikunto, 1990 :114).
4. Analisis,
nerupakan kemampuan menjabarkan isi
pelajaran ke bagian-bagian yang
menjadi unsur pokok.
Unsur
analisis, siswa diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks
atau konsep-konsep dasar (Arikunto, 1990 : 114).
5. Sintesis,
merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru
( Davies, 1986 : 100).
Dalam
sintesis, siswa diminta untuk melakukan generallisasi (Arikunto, 1990 : 115).
6. Evaluasi,
merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan
tertentu (Davies, 1986 : 100).
Dalam
evaluasi, siswa diminta untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah
dimiliki untuk menilai suatu kasus (Arikunto, 1990 : 115).
Tujuan ranah afektif berhubungan dengan
hierarki perhatian, sikap, penghargaan, nilai, perasaan, dan emosi (Davies,
1986 : 97; Jarolimek dan Foster, 1981 : 148). Kratwohl, Bloom, dan Masia
mengemukakan taksonomi tujuan ranah afektif sebagai berikut:
1. Menerima,
merupakan tingkat terendah tujuan ranah afektif berupa perhatian terhadap
stimulasi secara pasif yang meningkat secara lebih aktif (Davies, 1986 : 99).
Dalam
menerima, siswa diminta untuk menunjukan kesadaran, kesediaan untuk menerima,
dan perhatian terkontrol/terpilih.
2. Merespons,
merupakan kesempatan untuk menanggapi srimulan dan merasa terikat serta secara
aktif memperhatikan (Davies, 1986 : 99).
Untuk
merespons, siswa diminta untuk menunjukan persetujuan, kesediaan, dan kepuasan
dalam merespons.
3. Menilai,
merupakan kemampuan menilai gejala atau kegiatan sehingga dengan sengaja
merespons lebih lanjut untuk mencari jalan bagaimana dapat mengambil bagian
atas apa yang terjadi (Davies, 1986 : 99).
Dalam
menilai, siswa dituntut untuk menunjukan penerimaan terhadap nilai, kesukaran
terhadap nilai, dan ketertarikan terhadap nilai.
4. Mengorganisasi,
merupakan kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai bagi dirinya berdasarkan
nilai-nilai yang dipercaya.
Untuk
menunjukan kemampuan mengorganisasi ini, siswa diminta untuk mengorganisasi
nilai-nilai suatu organisasi yang lebih besar.
5. Karakterisasi,
merupakan kemampuan untuk mengkonseptualisasi masing-masing nilai pada waktu
merespons, dengan jalan mengidentifikasi karakteristik nilai atau membuat
pertimbangan-pertimbangan (Davies, 1986 : 99).
Dalam
karakterisktik ini, siswa diminta untuk menunjukan kemampuannya dalam
menjelaskan, memberikan batasan, dan mempertimbangkan nilai-nilai yang
direspons.
Tujuan ranah psikomotorik berhubungan
dengan keterampilan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan
koordinasi saraf dan koordinasi badan (Davies, 1986 : 97). Kibler, Barket, dan
Miles (1970) mengemukakan taksonomi ranah tujuan psikomotorik sebagai berikut :
1.
Gerakan
tubuh yang mencolok, merupakan kemampuan gerakan tubuh yang
menekankan kepada kekuatan, kecepatan, dan ketepatan tubuh yang mencolok (Gage
dan Berliner, 1984 : 59). Untuk gerakan tubuh yang mencolok, siswa harus mampu
menunjukan gerakan yang menggunakan kekuatan tubuh, gerakan yang memerlukan kecepatan
tubuh, gerakan yang memerlukan ketepatan posisi tubuh, atau gerakan yang
memerlukan kekuatan, kecepatan, dan ketepatan gerakan tubuh.
2. Ketepatan gerakan yang
dikoordinasikan, merupakan keterampilan yang
berhubungan dengan urutan atau pola dari gerakan yang dikoordinasikan, biasanya
berhubungan dengan gerakan mata, telinga, dan badan (Gage dan Berliner, 1984 :
94). Dalam gerakan yang terkoordinasikan, siswa harus mampu menunjukan
gerakan-gerakan berdasarkan gerakan yang dicontohkan, dan gerakan yang diperintahkan
secara lisan.
3. Perangkat Komunikasi nonverbal,
merupakan kemampuan mengadakan komunikasi tanpa kata (Gage dan Berliner, 1984 :
59). Dalam perangkat komunikasi nonverbal ini, siswa diminta untuk menunjukan
kemampuan berkomunikasi menggunakan bantuan gerakan tubuh dengan atau tanpa
menggunakan alat bantu. Komunikasi yang dilakukan benar-benar tidak menggunakan
bantuan kemampuan verbal.
4. Kemampuan berbicara,
merupakan kemampuan yang berhubungan dengan komunikasi secara lisan (Gage dan
Berliner, 1984 : 59). Untuk kemampuan berbicara, siswa harus mampu menunjukan
kemahirannya memilih dan menggunakan kata atau kalimat sehingga informasi, ide,
atau yang dikomunikasikannya dapat diterima secara mudah oleh pendengarnya.
Harrow (1972) juga mengemukakan taksonomi
ranah psikomotorik, sekaligus juga memberikan saran tentang bagaimana melakukan
pengukuran terhadap ranah psikomotorik. Menurut, Harrow, penentuan kriteria
untuk mengukur keterampilan siswa harus dilakukan dalam jangka waktu 30 menit.
Kurang dari waktu tersebut diperkirakan penilaian belum dapat menangkap
gambaran tentang pola keterampilan yang mencerminkan kemampuan siswa (Arikunto,
1990 : 118).
Tiga ranah tujuan pendidikan yang
menjadi sasaran evaluasi, harus dijabarkan dulu ke dalam tujuan instruksional.
Adapun tujuan instruksional sendiri terjabar menjadi Tujuan Instruksional Umum
(TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Untuk mengevaluasi yang terutama
diperhatikan adalah ranah-ranah yang terkandung dalam rumusan TIK. Ranah-ranah
yang terdapat dalam TIK inilah yang kemudian diukur dan dinilai untuk
memperoleh kesimpulan hasil evaluasi, yakni berupa nilai.
2.4.6 Analisis
Hasil Belajar
Setiap kegiatan belajar
akan berakhir dengan hasil belajar. Bahan mentah hasil belajar terwujud dalam lembar-lembar
jawaban soal ulangan atau ujian, dan berwujud karya atau benda. Bagi guru,
hasil belajar siswa di kelasnya berguna untuk melakukan perbaikan tindak
mengajar dan evaluasi. Bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk
memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut. Oleh karena itu, pada tempatnya
guru mengadakan analisis tentang hasil belajar siswa di kelasnya.
Analisis
hasil belajar siwa merupakan pekerjaan khusus. Hal ini pada tempatnya dikuasai
dan dikerjakan oleh guru. Dalam melakukan analisis hasil belajar pada tempatnya
guru melakukan langkah-langkah berikut :
1. Merencanakan
analisis sejak awal semester, sejalan dengan desain instruksional.
2. Merencakan
jenis-jenis pekerjaan siswa yang dipandang sebagai hasil belajar.
3. Merencanakan
jenis-jenis ujian dan alat evaluasi, kemudian menganalisis kepantasan jenis
ujian dan alat evaluasi tersebut.
4. Mengumpulkan
hasil belajar siwa, baik yang berupa jawaban ujian tulis, ujian lisan, dan
karya tulis maupun benda.
5. Melakukan
analisis secara statistik tentang angka-angka perolehan ujian dan
mengategorikan karya-karya yang tidak bisa diangkakan.
6. Mempertimbanagkan
hasil pengamatan pada kegiatan belajar siswa; perilaku belajar siswa tersebut
dikategorikan secara ordinal.
7. Mempertimbangkan
tingkat kesukaran bahan ajar bagi kelas, yang dibandingkan dengan program
kurikulum yang berlaku.
8. Memperhatikan
kondisi-kondisi ekstern yang berpengaruh atau diduga ada pengaruhnya dalam
belajar.
9. Guru
juga melancarkan suatu angket evaluasi pembelajaran pada siswa menjelang akhir semester;
pada angket tersebut dapat ditanyakan tanggapan siswa tentang jalannya proses
belajar mengajar dan kesukaran bahan belajar. Dengan analisis tersebut, guru
mengambil kesimpulan tentang hasil belajar kelas dan individu. (Winkel, 1991:
325-37; Biggs & Telfer, 1987:459-506.)
2.4.7 Tes Hasil Belajar
Menurut Linn & Gronlund (1990: 5) tes adalah “an
Instrument or systematic procedure for measuring a sample behaviour”. Disatu
sisi Djemari Mardapi (2004: 71) menambahkan bahwa tes merupakan sejumlah pertanyaan
yang memiliki jawaban benar atau salah. Secara lebih lengkap, Lee J. Cronbach
(1970) menambahkan bahwa tes adalah “a systematic procedure for observing a
person's behaviour and describing it with the aid of a numerical scale or a
category system”.
Dari beberapa pengertian yang
disampaikan oleh beberapa ahli di atas, ada beberapa aspek yang bisa
disimpulkan berkaitan dengan pengertian tes yaitu :
1.
Prosedur yang digunakan dalam penyusunan tes adalah
sistematis. Prosedur yang sistematis itu sendiri bermakna ada aturan-aturan
tertentu yang harus dipenuhi dalam penyusunan tes mencakup pengertian obyektif,
standar dan syarat-syarat kualitas lainnya.
2.
Isi tes merupakan sample dari hal yang hendak diukur.
Hal ini bermakna, tidak semua yang ingin diukur dapat tercakup dalam tes.
Karenanya kelayakan sebuah tes ditentukan oleh sejauhmana butir-butir soal yang
terdapat dalam tes tersebut mewakili kawasan (domain) yang hendak diukur.
3.
Hal yang ingin diukur oleh tes adalah prilaku. Hal ini
bermakna bahwa butir-butir yang terdapat dalam tes bermaksud menunjukkan apa
yang diketahui peserta tes. Jawaban peserta tes merupakan sumber utama untuk
menemukan apa yang sebenarnya diinginkan oleh tes.
Sebagai
salah satu alat ukur dalam bidang ilmu sosial khususnya pendidikan, tes merupakan
alat untuk menaksir tingkat kemampuan seseorang secara tidak langsung melalui
respon yang diberikannya atas soal-soal yang terdapat dalam tes. Hasil tes
kemudian biasa digunakan untuk memantau perkembangan mutu pendidikan.
Setiap
kegiatan belajar harus diketahui sejauhmana proses belajar tersebut telah
memberikan nilai tambah bagi kemampuan siswa. Salah satu cara untuk melihat
peningkatan kemampuan tersebut adalah dengan melakukan tes. Tes yang berkaitan
dengan tujuan ini sering disebut tes prestasi hasil belajar (TPHB).
Tes hasil
belajar adalah alat untuk membelajarkan siswa. Pada tempatnya guru harus
mempertimbangkan dengan seksama kebaikan dan kelemahan jenis tes hasil belajar
yang digunakan.
Saifuddin
Azwar (2003: 9) menyatakan bahwa tes prestasi hasil belajar adalah tes yang
disusun secara terencana untuk mengungkap informasi subyek atas bahan-bahan
yang telah diajarkan. Menurut Anas Sudijono (2005: 73) tes prestasi hasil
belajar adalah tes yang digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian belajar.
Dari beberapa pengertian di atas,
ada satu benang merah yang sepertinya disepakati yaitu bahwa tes prestasi hasil
belajar merupakan salah satu cara untuk menelusuri kemampuan-kemampuan yang
telah dimiliki siswa yang mencakup
pengetahuan dan keterampilan setelah mengikuti proses belajar mengajar selama
waktu tertentu. Meskipun tes bukanlah satu-satunya cara untuk mengungkap hasil
belajar siswa, tetapi ia merupakan alat yang paling sering digunakan karena
kepraktisan penggunaannya serta biaya yang murah.
Ditinjau
dari segi pelaksanaannya, tes terdiri dari :
a.
Tes Tertulis (Written Test)
Tes tertulis merupakan alat
penilaian yang dijawab secara tertulis oleh siswa. Didalam penggunaannya tes
tertulis memiliki kelebihan dan kelemahannya.
Kelebihan dari
tes tertulis, diantaranya adalah :
1)
Penguji dapat menguji banyak siswa dalamwaktu terbatas
2)
Objektivitas pengerjaan tes terjamin dan mudah
diawasi.
3)
Penguji dapat menyusun soal-soal yang merata pada tiap
pokok bahasan.
4)
Penguji dengan mudah dapat menentukan standar
penilaian.
5)
Dalam pengerjaannya, siswa dapat memilih menjawab
urutan soal sesuai kemampuan.
Kelemahan
tes tertulis, diantaranya adalah :
1)
Penguji tidak sempat memperoleh penjelasan tentang
jawaban siswa.
2)
Rumusan pertanyaan yang tak jelas menyulitkan siswa
3)
Dalam pemeriksaan dapat terjadi subjektivitas penguji.
Tes tertulis
didapat dibagi menjadi 2, yaitu meliputi :
1.
Test bentuk
uraian, yaitu semua bentuk test yang pertanyaannya membutuhkan jawaban dalam bentuk
uraian. Tes bentuk uraian menuntut kemempuan siswa untuk mengorganisasikan dan
merumuskan jawan dengan kata-kata sendiri. Penilaian pada setiap satuan program
di sekolah hendaknya lebih banyak menggunakan tes bentuk uraian karena dapat
lebih menggungkapkan proses berpikir siswa.
Kelebihan
tes uraian, diantaranya adalah :
1) Penguji
dapat menilai dan meneliti kemampuan siwa bernalar.
2) Bila cara
memberi angka ada kriteria jelas maka dapat menghasilkan data objektif.
Kelemahan tes uraian, diantaranya
adalah :
1)
Jumlah soal sangat terbatas dan kemungkinan siswa
berspekulasi dalam belajar
2)
Objektivitas pengerjaan dan pembinaan sukar dilakukan.
2.
Tes bentuk
objektif, yaitu semua bentuk tes yang mengharuskan siswa memilih di antara
kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberi jawaban singkat,
atau mengisi jawaban pada kolom titik-titik yang disediakan. Disebut tes
obyektif karena siapapun yang memeriksa hasil tes akan menghasilkan skor yang
sama.
Tes bentuk obyektif memiliki model
yang lebih banyak dan variatif dibandingkan tes bentuk uraian. karena itulah
tes obyektif lebih sering digunakan dalam tes prestasi hasil belajar
dibandingkan tes bentuk uraian. Namun, tes objektif tentunya memiliki kelebihan
dan kelemahan.
Kelebihan tes objektif adalah :
1.
Penguji dapat membuat soal banyak dan meliputi semua
pokok bahasan.
2.
Pemeriksa dapat dilakukan secara objektif dan cepat.
3.
Siswa tak dapat berspekulasi dalam belajar
4.
Siswa yang tak pandai menjelaskan dengan bahasa yang
baik tidak terhambat.
Kelemahan tes objektif adalah :
1.
Kemampuan siswa bernalar tidak tertangkap.
2.
Penyusunan tes memakan waktu lama.
3.
Memakan dana besar.
4.
Siswa yang pandai menerka jawaban dapat keuntungan.
5.
Pengarsipan soal sukar dan memungkinkan kebocoran.
Ada beberapa
penggolongan tes obyektif yaitu :
a. Tes benar
salah
Tes benar
salah adalah bentuk tes yang mengajukan beberapa pernyataan yang bernilai benar
atau salah. Biasanya ada dua pilihan jawaban yaitu huruf B yang berarti
pernyataan tersebut benar dan S yang berarti pernyataan tersebut salah. Tugas
peserta tes adalah menentukan apakah pernyataan tersebut benar atau salah
b. Tes
Menjodohkan
Tes
menjodohkan ini memiliki satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Tugas
peserta tes adalah mencari pasangan setiap pertanyaan yang terdapat dalam seri
pertanyaan dan seri jawaban.
c. Tes Isian
Tes bentuk isian dapat digunakan
dalam bentuk paragraf-paragraf yang merupakan rangkaian cerita atau karangan
atau berupa satu pernyataan. Beberapa bagian kalimatnya yang merupakan
kata-kata penting telah dikosongkan terlebih dahulu. Tugas peserta tes adalah
mengisi bagian-bagian yang kosong dengan jawaban yang sesuai.
d. Tes
Pilihan ganda
Tes bentuk
pilihan ganda merupakan tes yang memiliki satu pemberitahuan tentang suatu
materi tertentu yang belum sempurna serta beberapa alternatif jawaban yang
terdiri dari kunci jawaban dan pengecoh. Tugas peserta tes adalah memilih
jawaban dari pilihan yang tersedia dan paling sesuai dengan pernyataan yang ada
dalam soal.
Pedoman utama dalam pembuatan butir
soal bentuk pilihan ganda adalah:
1) Pokok soal harus jelas
2) Pilihan jawaban homogen dalam
arti isi
3) Panjang kalimat pilihan jawaban
relatif sama
4) Tidak ada petunjuk jawaban benar
5) Hindari menggunakan pilihan
jawaban: semua benar atau semua salah
6) Pilihan jawaban angka diurutkan
7) Semua pilihan jawaban logis
8) Jangan menggunakan negatif ganda
9) Kalimat yang digunakan sesuai
dengan tingkat perkembangan peserta tes
10) Bahasa Indonesia yang digunakan
baku
11) Letak pilihan jawaban benar
ditentukan secara acak.
Dari
beberapa bentuk tes yang tersedia, tidak semuanya dapat digunakan secara
bersamaan dalam satu kesempatan. Ada beberapa pertimbangan yang diperlukan
untuk memilih bentuk tes yang paling sesuai. Menurut Djemari Mardapi (2004: 73)
pemilihan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta,
waktu yang tersedia untuk pemeriksaan lembar jawaban, cakupan materi tes dan
karakteristik mata pelajaran yang diujikan.
Dalam hal
ini tes hasil belajar dapat digunakan untuk menilai kemajuan belajar. Untuk
menilai kemajuan dalam belajar, pada umumnya penyusunan tes adalah oleh guru
sendiri. Selain untuk menilai kemajuan hasil belajar, tes hasil belajar ini
juga digunakan untuk mencari masalah-masalah dalam belajar. Untuk menncari-cari
masalah dalam belajar, sebaiknya penyusunan tes adalah tim guru bersama
konselor sekolah. Oleh karena itu, pada tempatnya guru profesional memiliki
kemampuan melakukan penelitian secara sederhana. (Winkel, 1991; Biggs &
Telfer, 1987.)
b.
Tes Lisan (Oral Test)
Tes lisan merupakan alat penilaian yang pelaksanaannya
dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung untuk mengetahui
kemampuan-kemampuan-kemampuan berupa proses berpikirseiswa dalam memecahkan
suatu masalah, mempertanggungjawabkan pendapat, penggunaan bahasa, dan
penguasaan materi pelajaran.
Tes lisan memiliki kelebihan,
kelebihannya diantaranya :
1)
Penguji dapat menyesuaikan bahasa dengan tingkat daya
tangkap siswa.
2)
Penguji dapat mengejar tingkat penguasaan siswa
tentang pokok bahasan tertentu.
3)
Siswa dapat melengkapi jawaban lebih leluasa.
Tes lisan
memiliki kelemahan, kelemahannya diantaranya :
1)
Penguji dapat terjerumus pada kesan subjektif atas
perilaku siswa
2)
Memerlukan waktu yang lama
c.
Tes Perbuatan (Performance Test)
Tes perbuatan adalah tes yang diberikan dalam bentuk
tugas-tugas. Pelaksanaannya dalam bentuk penampilan atau perbuatan (praktek
olah raga, praktek laboratorium, praktek kesenian, dan lain-lain).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran
atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai
apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah
laku yang lebih baik lagi.
Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam
hasil belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan
pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi
dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah, (Nana Sudjana, 2004:22).
3.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil belajar yang baik maka diperlukan
pula proses belajar mengajar yang baik.
Sebagai seorang guru harus dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh
peserta didiknya, baik itu aspek afektif, kognitif maupun psikomotornya.
DAFTAR
PUSTAKA
Dimyati
dan Mudjiono. (1999). Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Daryanto.
(2007). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Nana Sudjana. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT. Remaja Rosdikarya
Oemar
Hamalik, Proses Belajar Mengajar,
(Bandung: Bumi Aksara, 2006), h. 30.