RSS
Selamat Datang

Pembelajran Interaktif


PEMBELAJARAN INTERAKTIF

Perkembangan Teknologi Digital terutama untuk Pendidikan memungkin orang tidak hanya belajar di sekolah dengan menggunakan media berupa buku pelajaran saja, tetapi juga dapat menggunakan media-media pembelajaran yang lebih menarik, efektif dan tentunya lebih modern. Selain itu, orang-orang juga dapat belajar tidak hanya terbatas dibangku sekolah saja tapi juga dapat memanfaatkan PC mereka masing-masing. Dengan Teknologi Digital kurikulum pembelajaran bisa dibuat secara audio visual dan interaktif artinya tidak monoton mengikuti alur seperti halnya menonton film, kapan pun mau mengulang materi sangat mudah. Semakin pandai dan profesional dalam pembuatan media pembelajaran dampak positipnya sangat besar sekali. 
Berikut ini beberapa contah video menarik yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran di Sekolah Dasar.







Dengan video-video tersebut, diharapkan pembelajaran lebih menarik, dan anak didik lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran, dan tujuan pembelajaran yang diharapkanpun dapat tercpai.
Semoga membantu.

Sumber:


Makalah Ku "Hasil Belajar"


HASIL BELAJAR

1.1 Latar Belakang
Belajar  merupakan proses  perubahan  tingkah  laku  yang  relatif  tetap.  Dalam proses ini perubahan tidak terjadi  sekaligus tetapi terjadi  secara bertahap tergantung pada  faktor-faktor  pendukung  belajar  yang  mempengaruhi  siswa.  Faktor-faktor  ini umumnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor  intern berhubungan dengan  segala  sesuatu  yang  ada  pada  diri  siswa  yang menunjang pembelajaran, seperti inteligensi, bakat, kemampuan motorik pancaindra, dan  skema  berpikir. Faktor ekstern merupakan  segala  sesuatu  yang berasal dari luar diri  siswa  yang  mengkondisikannya  dalam  pembelajaran,  seperti  pengalaman, lingkungan  sosial,  metode  belajar-mengajar,  strategi  belajar-mengajar,  fasilitas belajar  dan dedikasi  guru.  Keberhasilannya  mencapai  suatu  tahap hasil  belajar memungkinkannya untuk belajar lebih lancar dalam mencapai tahap selanjutnya.
            Secara umum prestasi belajar siswa di Indonesia ditentukan oleh kemampuan kognitifnya  dalam memahami  sebaran  materi  pelajaran  yang  telah ditentukan di dalam  kurikulum.  Soemanto  (1984:120-121)  menyatakan bahwa  tingkah  laku kognitif merupakan tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku terjadi. Tingkah laku tergantung pada insight (pengamatan atau pemahaman) terhadap hubungan  yang  ada  dalam  situasi.  Dalam  kognisi terjadi  proses  berpikir  dan proses mengamati  yang  menghasilkan,  memperoleh,  menyimpan, dan  memproduksi pengetahuan  (Monks  dan  Knoers, 1998:216).  Dengan demikian  struktur  kognitif sebagai hasil belajar yang diperoleh siswa mempunyai bentuk yang beraneka ragam.
            Setiap orang yang melakukan kesalahan suatu kegiatan akan selalu ingin tahu hasil dari kegiatan yang dilakukannya. Sering kali pula, orang yang melakukan kegiatan tersebut berkeinginan mengetahui baik atau buruknya kegiatan yang dilakukannya. Untuk menyediakan informasi tentang baik atau buruknya proses dan hasil kegiatan pembelajaran, maka seorang guru harus menyelenggarakan evaluasi. Kegiatan evaluasi yang dilakukan guru mencakup evaluasi hasil belajar dan evaluasi pembelajaran sekaligus.
            Disisi lain, evaluasi juga merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran atau pendidikan. Hal ini berarti, evaluasi merupakan kegiatan yang tak terelakkan dalam setiap kegiatan/proses pembelajara.
            Berdasarkan pemikiran-pemikiran ini, tampaklah pada kita akan pentingnya penyelenggaran evaluasi. Oleh karena itu, sudah sepatutnya seorang guru memliki kemampuan menyelenggarakan evaluasi. Untuk memenuhi kebutuhan sebagai calon guru, berikut akan disajikan mengapa, apa dan bagaimana evaluasi belajar dan pembelajaran serta bagaimana ciri-ciri hasil belajar dan factor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar akan dibahas dalam makalah ini.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Apa pengertian belajar dan hasil belajar?
2.      Faktor apa sajakah yang mempengaruhi hasil belajar?
3.      Bagaimanakah cirri hasil belajar yang optimal?
4.      Apa pengertian, kedudukan, syarat, fungsi, tujuan dan sasaran evaluasi hasil belajar serta bagaimana prosedur evaluasi hasil belajar?




1.3 Tujuan Penulisan
            Berdasarkan masalah yang dirumuskan diatas, makalah ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai hal-hal sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui arti dari belajar dan hasil belajar.
2.    Untuk mengetahui factor apa saja yang mempengaruhi hasil belajar.
3.    Untuk mengetahui apa saja ciri hasil belajar yang optimal.
4.    Untuk mengetahui pengertian, kedudukan, syarat, fungsi, tujuan dan sasaran evaluasi hasil belajar serta bagaimana prosedur evaluasi hasil belajar.

  

HASIL BELAJAR

2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Seseorang yang sudah melakukan belajar mengalami perubahan tingkah laku. Rochman Natawijaya (1984 : 13) memaparkan tentang ciri- ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah sebagai berikut :
a.       Perubahan yang terjadi secara sadar
Individu belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadinya adanya perubahan dalam dirinya
b.      Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungtional
Sebagai hasil belajar, perubahan berlangsung terus menerus dan tidak statis, satu perubahan akan menyebabkan perubahan dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar.
c.       Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan pasif
Dalam perbuatan belajar belajar, perubahan-perubahan itu sementara bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
d.      Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar, teori yang bersifat permanent itulah yang merupakan dalam arti belajar.
e.       Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
Ini berarti perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.
f.       Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, kebiasaa, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.
Proses belajar terdiri dari beberapa tahap yang kesemuanya harus dilalui bila seseorang ingin belajar dalam arti yang sesungguhnya. Gambar dibawah ini menunjukan bagaimana proses belajar itu sendir.
2.1.2 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1.         Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
2.         Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3.      Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses hasil belajar disekolah.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar:
a)         Keterampilan dan kebiasaan
b)        Pengetahuan dan pengertian
c)         Sikap dan cita-cita
Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalamproses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah, (Nana Sudjana, 2004:22).
2.2  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, diantaranya :
1.    Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar)
Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.
2. Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar)
Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap.
Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa, (Nana Sudjana, 1989:111)
            Hasil belajar merupakan hasil yang telah dicapai setelah dilaksanakan program kegiatan belajar mengajar disekolah. Hasil belajar dalam periode tertentu dapat dilihat dari nilai rapot yang secara nyata dapat dilihat dalam bentuk angka-angka
            Menurut Robert M. Gagne (Sujana, 1990:22) mengungkapkan bahwa ada lima kategori hasil belajar, yaitu :
·         Keterampilan Intelektual ® Kapasitas intelektual seseorang
·         Strategi Kognitif ® Kemampuan mengatur cara belajar dan berfikir seseorang
·         Informasi verbal ® Kemampuan menyerap pengetahuan dalam arti informasi dan fakta
·         Keterampilan motoris ® menulis, menggunakan peralatan
·         Sikap dan Nilai ® Kemampuan ini berhubungan dengan tingkah laku
2.3 Ciri-ciri Hasil Belajar yang Optimal
Keberhasilan seorang guru diukur dari keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar dan hasil belajar yang dicapainya. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal menunjukan hasil yang optimal ditunjukan dengan cirri-ciri sebagai berikut:
1.    Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsic pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaiki dan setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai.
2.    Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak sebagaimana mestinya.
3.    Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingat, membentuk prilaku, bermanfaat untuk mencapai aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya.
4.    Hasil belajar yang dicapai bermakna secara menyeluruh (komprehensif) yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan ranah afektif (sikap) dan arah psikomotorik, keterampilan atau prilaku.
5.    Kemampuan siswa untuk mengonrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya (sudjana, 1990:57).




2.4 Evaluasi Hasil Belajar
2.4.1  Pengertian Evaluasi
Davies mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan atau menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan masih bnayak yang lain (Davies, 1981:3). Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi, dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu criteria tertentu (Nana Sudjana, 1990:3). Dapat disimpulkan bahwa evalusai secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek dan yang lain) berdasarkan kiriteria tertentu melalui penilaian. Untuk menentukan nilai sesuatu dengan cara membvandingkan dengan kriteria, evaluator dapat langsung membandingkan dengan kriteria namun dapat pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru membandingkan dengan criteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses pengukuran baru melakukan proses penilaian, tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian.
Pengukuran lebih mendekatkan pada proses penentuan kuantitas sesuatu melalui membandingkan dengan satuan ukuran tertentu (Arikunto, 1990:3). Sedangkan penilaian menekankan kepada proses pembuatan keputusan terhadap sesuatu ukuran baik-buruk yang bersifat kualitatif (Arikunto, 1990:3; Nurkancana, 1968:2). Dari batasan pengukuran dan penilaian, dapat ditandai adanya perbedaan yang nyata antara keduanya. Pengukuran dilakukan apabila kegiatan penilaian membutuhkannya, bila kegiatan penilaian tidak membutuhkannya maka kegiatan pengukuran tidak perlu dilakukan. Hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif akan diolah dan dibandingkan dengan kriteria, hingga didapatkan hasil penilaian yang bersifat kualitatif.
Pengertian evalusai belajar dan pembelajaran sendiri adalah proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaan yang dilaksanakan melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran belajar dan pembelajaran. Sedangkan pengertian pengukuran dalam kegiatan belajar dan pembelajaran adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan belajar dan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan belajar dan pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif. Pengertian penilaian belajar dan pembelajaran adalah proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan belajar dan pembelajaran secara kuantitatif.

2.4.2    Kedudukan Evaluasi dalam Proses Pendidikan
           Proses pendidikan merupakan proses pemanusiaan manusia, dimana didalamnya terjadi proses membudayakan dan memberadabkan manusia. Agar membentuk manusia yang berbudaya dan beradab, maka diperlukan transformasi kebudayaan dan peradaban. Sebagai proses transformasi .


Masukan dalam proses pendidikan adalah siswa dengan segala karakteristik dan keunikannya. Untuk memastikan karakteristik dan keunikan siswa yang yang akan masuk dalam transformasi, diperlukan evaluasi terhadap masukan. Dengan adanya kepastiaan tentang karakteristik dan keunikan siswa, akan menentukan rancangan program dan proses pembudayaan dan pemberadaban siswa yang menjadi masukan.
Transformasi dalam proses pendidikan adalah proses untuk membudayakan dan memberadabkan siswa. Lembaga pendidikan merupakan tempat terjadinya transformasi. Unsure-unsur transformasi dalam proses pendidikan meliputi:
a.    Pendidikan dan personal lainnya
b.    Isi pendidikan
c.    Teknik
d.   Sistem evaluasi
e.    Sarana pendidikan
f.     Sistem administrasi                                                                   
            Untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas transformasi dalam proses pendidikan perlu dilaksanakankan evaluasi terhadap bekerjanya unsure-unsur transformasi.
Keluaran dalam proses pendidikan adalah siswa yang semakin berbudaya dan beradab sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Untuk mengetahuai apakah siswa telah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan lembaga pendidikan atau belum, diperlukan kegiatan evaluasi
Umpan balik dalam proses pendidikan adalah segala informasi yang berhasil diperoleh selama proses pendidikan yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan transformasi dan masukan yang ada dalam proses. Adanya umpan balik yang akurat sebagai hasil evaluasi yang akurat pula, akan memudahkan kegiatan perbaikan proses pendidikan.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap unsure yanga ada dalam proses transformasi pendidikan membutuhkan kegiatan transformasi. Dengan demikian jelas bahwa kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan bersifat integrative, artinya setiap ada proses pendidikan pasti ada evaluasi.
2.4.3 Syarat-syarat Umum Evaluasi
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam mengadakan kegiatan evaluasi dalam proses pendidikan adalah sebagai berikut:
a.         Kesahihan
       Kesahihanmenggantikan kata validitas (validity) yang dapat diartikan sebagai ketepatan evaluasi mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Kesahihan dapat diterjemahkan pula sebagai kelayakan interpretasi terhadap hasil dari suatu instrument evaluasi atau tes dan tidak terhadap instrument itu sendiri (Gronlund, 1985:57). Kesahihan juga dapat dikatakan lebih menekankan kepada hasil/perolehan evaluasi, bukan kepada kegiatan evaluasinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesahihan hasil evaluasi meliputi:
1. Faktor instrumen evaluasi itu sendiri.
2. Faktor-faktor administrasi evaluasi dan penskoran,
3. Faktor-faktor dalam respon-respon siswa
b.        Keterandalan
Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan, yakni tingkat kepercayaan bahwa suatu instrument evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat(Arikunto, 1991:80). Gronlund dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:196) mengemukakan bahwa, “keterandalan menunjukkan kepada konsistensi (keajegan) pengukuran yakni bagaimana keajegan skor tes atau hasil evaluasi lain yang berasal dari pengukuran yang satu ke pengukuran yang lain”. Dengan kata lain, keterandalan dapat kita artikan sebagai tingakat kepercayaan keajegan hasil evaluasi yang diperoleh dari suatu instrument evaluasi. Faktor-faktoryang mempengaruhi adalah sebagai berikut:
a. Panjang tes
b. Sebaran skor
c. Tingkat kesulitan tes
d. Objektivitas
c.         Kepraktisan
       Dalam memilih tes dan instrumen evaluasi yang lain kepraktisan merupakan syarat yang tidak dapat diabaikan. Kepraktisan evaluasi terutama dipertimbangkan saat memilih tes atau instrumen evaluasi lain yang dipubliksikan oleh suatu lembaga. Kepraktisan evaluasi dapat diartikan sebagai kemudahan-kemudahan yang ada pada instrumen evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan, menginterpretasi, memperoleh hasil,mapunkemudahan dalam menyimpannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrumen evaluasi adalah sebagai berikut:
a. Kemudahan mengadministrasi
b. Waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi
c. Kemudahan menskor
d. Kemudahan interpretasi dan aplikasi
e. Tersedianya bentuk instrumen evaluasi yang ekuivalen atau sebanding
2.4.4 Fungsi dan Tujuan Evaluasi Hasil Belajar
Dari pengertian evaluasi  kita dapat mengetahui bahwa evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran hasil belajar. Berdasarkan pengertian evaluasi hasil belajar kita dapat menengarai tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol. Apabila tjuan utama kegiatan evaluasi hasil belajar ini sudah terealisasi, maka hasilnya dapat difungsikan dan ditujukan untuk berbagai keperluan.
Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar pada akhirnya difungsikan dan ditujukan untuk keperluan berikut ini.
a.       Untuk diagnostik dan pengembangan. Yang dimaksud dengan hasil dari kegiatan evaluasi untuk diagnostik dan pengembangan adalah penggunaan hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar pendiagnosisan kelemahan dan keunggulan siswa beserta sebab-sebabnya (Arikunto, 1990: 10; Nurkancana, 1986: 4), berdasarkan pendiagnosisan inilah guru mengadakan pengembangan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
b.      Untuk seleksi. Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar seringkali digunakan sebagai dasar untuk menentukan siswa-siswa yang paling cocok untuk jenis  jabatan atau jenis pendidikan tertentu. Dengan demikian hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar digunakan untuk seleksi (Arikunto, 1990: 9; Nurkancana, 1986: 5-6).
c.       Untuk kenaikan kelas. Menentukan apakah seseorang siswa dapat dinaikan ke kelas  yang lebih tinggi atau tidak, memerlukan informasi yang dapat mendukung keputusan yang dibuat guru. Berdasarkan hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar siswa mengenai sejumlah isi pelajaran yang telah disajikan dalam pembelajaran, maka guru dapat dengan mudah membuat keputusan kenaikan kelas berdasarkan ketentuan yang berlaku.
d.      Untuk penempatan. Agar siswa dapat berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan dan potensi yang mereka miliki, maka perlu dipikirkan ketepatan penempatan siswa pada kelompok, guru dapat menggunakan hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar berbagai dasar pertimbangan (Arikunto, 1990: 10-11; Nurkancana, 1986: 4-5).
2.4.5 Sasaran Evaluasi Hasil Belajar
Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, maka evaluasi hasil belajar  memiliki sasaran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan. Ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga,yakni: rnah kognitif,ranah afektif,dan ranah psikomotorik(Davies, 1986:97;Jarolimek dan Foster, 1981 : 148). Taksonomi tujuan ranah kognitif dikemukakan oleh Bloom (1956) merupakan hal yang amat penting diketahui oleh guru sebelum melaksanakan evaluasi. Selain itu, pada tahun 1964 Krathwohl, Bloom, dan Masia mengemukakan ranah afektif dri taksonomi tujuan pendidikan. Sedangkan taksonomi tujuan ranah psikomotorik dikemukakan oleh Harrow pada tahun 1972.
Mengingat ranah-ranah yang terkandung dalam suatu tujuan pendidikan merupakan sasaran evaluasi hasil belajar, maka kita perlu mengenalnya lebih terinci. Pengenalan terhadap ranah-ranah tujuan pendidikan akan sangat membantu pada saat memilih dan menyusun instrumen evaluasi hasil belajar. Penjelasan dari tiap-tiap ranah tujuan pendidikan, dapat diuraikan seperti berikut ini.
Tujuan ranah kognitifberhubungan dengan ingatan ataui pengenalan terhadap penegtahuan dan informasi, serta pengembangan keterampilan intelektual (Jarolimek dan Foster, 1981 : 148). Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 (enam) kelas/tingka yakni:
1.      Pengetahuan, merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta,istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti mempelajari (Davies, 1986:99).
Dalam pengenalan, siswa diminta untuk memilih salah satu dari dua atau lebih pilihan jawaban, sedangkan untuk pengingatan kembali siswa diminta untuk mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana (Arikunto, 1990 :113).
2.      Pemahaman, merupakan tingkat berikutnyadari tujuan ranah kognitif berupa kemampuan memahami/mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya (Davies, 1986 : 100).
Dalam pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep (Arikunto, 1990: 113).
3.      Penggunaan /penerapan, merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi konkret dan situasi baru (Davies, 1986 : 100).
Untuk penggunaan/penerapan, siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih generalisasi/abstraksi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar (Arikunto, 1990 :114).
4.      Analisis, nerupakan kemampuan menjabarkan isi  pelajaran ke bagian-bagian yang  menjadi unsur pokok.
Unsur analisis, siswa diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atau konsep-konsep dasar (Arikunto, 1990 : 114).
5.      Sintesis, merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru ( Davies, 1986 : 100).
Dalam sintesis, siswa diminta untuk melakukan generallisasi (Arikunto, 1990 : 115).
6.      Evaluasi, merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu (Davies, 1986 : 100).
Dalam evaluasi, siswa diminta untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk menilai suatu kasus (Arikunto, 1990 : 115).
Tujuan ranah afektif berhubungan dengan hierarki perhatian, sikap, penghargaan, nilai, perasaan, dan emosi (Davies, 1986 : 97; Jarolimek dan Foster, 1981 : 148). Kratwohl, Bloom, dan Masia mengemukakan taksonomi tujuan ranah afektif sebagai berikut:
1.      Menerima, merupakan tingkat terendah tujuan ranah afektif berupa perhatian terhadap stimulasi secara pasif yang meningkat secara lebih aktif (Davies, 1986 : 99).
Dalam menerima, siswa diminta untuk menunjukan kesadaran, kesediaan untuk menerima, dan perhatian terkontrol/terpilih.
2.      Merespons, merupakan kesempatan untuk menanggapi srimulan dan merasa terikat serta secara aktif memperhatikan (Davies, 1986 : 99).
Untuk merespons, siswa diminta untuk menunjukan persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam merespons.
3.      Menilai, merupakan kemampuan menilai gejala atau kegiatan sehingga dengan sengaja merespons lebih lanjut untuk mencari jalan bagaimana dapat mengambil bagian atas apa yang terjadi (Davies, 1986 : 99).
Dalam menilai, siswa dituntut untuk menunjukan penerimaan terhadap nilai, kesukaran terhadap nilai, dan ketertarikan terhadap nilai.
4.      Mengorganisasi, merupakan kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang dipercaya.
Untuk menunjukan kemampuan mengorganisasi ini, siswa diminta untuk mengorganisasi nilai-nilai suatu organisasi yang lebih besar.
5.      Karakterisasi, merupakan kemampuan untuk mengkonseptualisasi masing-masing nilai pada waktu merespons, dengan jalan mengidentifikasi karakteristik nilai atau membuat pertimbangan-pertimbangan (Davies, 1986 : 99).
Dalam karakterisktik ini, siswa diminta untuk menunjukan kemampuannya dalam menjelaskan, memberikan batasan, dan mempertimbangkan nilai-nilai yang direspons.
Tujuan ranah psikomotorik berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi saraf dan koordinasi badan (Davies, 1986 : 97). Kibler, Barket, dan Miles (1970) mengemukakan taksonomi ranah tujuan psikomotorik sebagai berikut :
1.      Gerakan tubuh yang mencolok, merupakan kemampuan gerakan tubuh yang menekankan kepada kekuatan, kecepatan, dan ketepatan tubuh yang mencolok (Gage dan Berliner, 1984 : 59). Untuk gerakan tubuh yang mencolok, siswa harus mampu menunjukan gerakan yang menggunakan kekuatan tubuh, gerakan yang memerlukan kecepatan tubuh, gerakan yang memerlukan ketepatan posisi tubuh, atau gerakan yang memerlukan kekuatan, kecepatan, dan ketepatan gerakan tubuh.
2.      Ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, merupakan keterampilan yang berhubungan dengan urutan atau pola dari gerakan yang dikoordinasikan, biasanya berhubungan dengan gerakan mata, telinga, dan badan (Gage dan Berliner, 1984 : 94). Dalam gerakan yang terkoordinasikan, siswa harus mampu menunjukan gerakan-gerakan berdasarkan gerakan yang dicontohkan, dan gerakan yang diperintahkan secara lisan.
3.      Perangkat Komunikasi nonverbal, merupakan kemampuan mengadakan komunikasi tanpa kata (Gage dan Berliner, 1984 : 59). Dalam perangkat komunikasi nonverbal ini, siswa diminta untuk menunjukan kemampuan berkomunikasi menggunakan bantuan gerakan tubuh dengan atau tanpa menggunakan alat bantu. Komunikasi yang dilakukan benar-benar tidak menggunakan bantuan kemampuan verbal.
4.      Kemampuan berbicara, merupakan kemampuan yang berhubungan dengan komunikasi secara lisan (Gage dan Berliner, 1984 : 59). Untuk kemampuan berbicara, siswa harus mampu menunjukan kemahirannya memilih dan menggunakan kata atau kalimat sehingga informasi, ide, atau yang dikomunikasikannya dapat diterima secara mudah oleh pendengarnya.
Harrow (1972) juga mengemukakan taksonomi ranah psikomotorik, sekaligus juga memberikan saran tentang bagaimana melakukan pengukuran terhadap ranah psikomotorik. Menurut, Harrow, penentuan kriteria untuk mengukur keterampilan siswa harus dilakukan dalam jangka waktu 30 menit. Kurang dari waktu tersebut diperkirakan penilaian belum dapat menangkap gambaran tentang pola keterampilan yang mencerminkan kemampuan siswa (Arikunto, 1990 : 118).
Tiga ranah tujuan pendidikan yang menjadi sasaran evaluasi, harus dijabarkan dulu ke dalam tujuan instruksional. Adapun tujuan instruksional sendiri terjabar menjadi Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Untuk mengevaluasi yang terutama diperhatikan adalah ranah-ranah yang terkandung dalam rumusan TIK. Ranah-ranah yang terdapat dalam TIK inilah yang kemudian diukur dan dinilai untuk memperoleh kesimpulan hasil evaluasi, yakni berupa nilai.
2.4.6 Analisis Hasil Belajar
     Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Bahan mentah hasil belajar terwujud dalam lembar-lembar jawaban soal ulangan atau ujian, dan berwujud karya atau benda. Bagi guru, hasil belajar siswa di kelasnya berguna untuk melakukan perbaikan tindak mengajar dan evaluasi. Bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut. Oleh karena itu, pada tempatnya guru mengadakan analisis tentang hasil belajar siswa di kelasnya.
     Analisis hasil belajar siwa merupakan pekerjaan khusus. Hal ini pada tempatnya dikuasai dan dikerjakan oleh guru. Dalam melakukan analisis hasil belajar pada tempatnya guru melakukan langkah-langkah berikut :
1.    Merencanakan analisis sejak awal semester, sejalan dengan desain instruksional.
2.    Merencakan jenis-jenis pekerjaan siswa yang dipandang sebagai hasil belajar.
3.    Merencanakan jenis-jenis ujian dan alat evaluasi, kemudian menganalisis kepantasan jenis ujian dan alat evaluasi tersebut.
4.    Mengumpulkan hasil belajar siwa, baik yang berupa jawaban ujian tulis, ujian lisan, dan karya tulis maupun benda.
5.    Melakukan analisis secara statistik tentang angka-angka perolehan ujian dan mengategorikan karya-karya yang tidak bisa diangkakan.
6.    Mempertimbanagkan hasil pengamatan pada kegiatan belajar siswa; perilaku belajar siswa tersebut dikategorikan secara ordinal.
7.    Mempertimbangkan tingkat kesukaran bahan ajar bagi kelas, yang dibandingkan dengan program kurikulum yang berlaku.
8.    Memperhatikan kondisi-kondisi ekstern yang berpengaruh atau diduga ada pengaruhnya dalam belajar.
9.    Guru juga melancarkan suatu angket evaluasi pembelajaran pada siswa menjelang akhir semester; pada angket tersebut dapat ditanyakan tanggapan siswa tentang jalannya proses belajar mengajar dan kesukaran bahan belajar. Dengan analisis tersebut, guru mengambil kesimpulan tentang hasil belajar kelas dan individu. (Winkel, 1991: 325-37; Biggs & Telfer, 1987:459-506.)

2.4.7 Tes Hasil Belajar
Menurut Linn & Gronlund (1990: 5) tes adalah “an Instrument or systematic procedure for measuring a sample behaviour”. Disatu sisi Djemari Mardapi (2004: 71) menambahkan bahwa tes merupakan sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah. Secara lebih lengkap, Lee J. Cronbach (1970) menambahkan bahwa tes adalah “a systematic procedure for observing a person's behaviour and describing it with the aid of a numerical scale or a category system”.
 Dari beberapa pengertian yang disampaikan oleh beberapa ahli di atas, ada beberapa aspek yang bisa disimpulkan berkaitan dengan pengertian tes yaitu :
1.    Prosedur yang digunakan dalam penyusunan tes adalah sistematis. Prosedur yang sistematis itu sendiri bermakna ada aturan-aturan tertentu yang harus dipenuhi dalam penyusunan tes mencakup pengertian obyektif, standar dan syarat-syarat kualitas lainnya.
2.    Isi tes merupakan sample dari hal yang hendak diukur. Hal ini bermakna, tidak semua yang ingin diukur dapat tercakup dalam tes. Karenanya kelayakan sebuah tes ditentukan oleh sejauhmana butir-butir soal yang terdapat dalam tes tersebut mewakili kawasan (domain) yang hendak diukur.
3.    Hal yang ingin diukur oleh tes adalah prilaku. Hal ini bermakna bahwa butir-butir yang terdapat dalam tes bermaksud menunjukkan apa yang diketahui peserta tes. Jawaban peserta tes merupakan sumber utama untuk menemukan apa yang sebenarnya diinginkan oleh tes.
Sebagai salah satu alat ukur dalam bidang ilmu sosial khususnya pendidikan, tes merupakan alat untuk menaksir tingkat kemampuan seseorang secara tidak langsung melalui respon yang diberikannya atas soal-soal yang terdapat dalam tes. Hasil tes kemudian biasa digunakan untuk memantau perkembangan mutu pendidikan.
Setiap kegiatan belajar harus diketahui sejauhmana proses belajar tersebut telah memberikan nilai tambah bagi kemampuan siswa. Salah satu cara untuk melihat peningkatan kemampuan tersebut adalah dengan melakukan tes. Tes yang berkaitan dengan tujuan ini sering disebut tes prestasi hasil belajar (TPHB).
Tes hasil belajar adalah alat untuk membelajarkan siswa. Pada tempatnya guru harus mempertimbangkan dengan seksama kebaikan dan kelemahan jenis tes hasil belajar yang digunakan.
Saifuddin Azwar (2003: 9) menyatakan bahwa tes prestasi hasil belajar adalah tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap informasi subyek atas bahan-bahan yang telah diajarkan. Menurut Anas Sudijono (2005: 73) tes prestasi hasil belajar adalah tes yang digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian belajar.
Dari beberapa pengertian di atas, ada satu benang merah yang sepertinya disepakati yaitu bahwa tes prestasi hasil belajar merupakan salah satu cara untuk menelusuri kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki siswa  yang mencakup pengetahuan dan keterampilan setelah mengikuti proses belajar mengajar selama waktu tertentu. Meskipun tes bukanlah satu-satunya cara untuk mengungkap hasil belajar siswa, tetapi ia merupakan alat yang paling sering digunakan karena kepraktisan penggunaannya serta biaya yang murah.
Ditinjau dari segi pelaksanaannya, tes terdiri dari :

a.      Tes Tertulis (Written Test)
Tes tertulis merupakan alat penilaian yang dijawab secara tertulis oleh siswa. Didalam penggunaannya tes tertulis memiliki kelebihan dan kelemahannya.
Kelebihan dari tes tertulis,  diantaranya adalah :
1)      Penguji dapat menguji banyak siswa dalamwaktu terbatas
2)      Objektivitas pengerjaan tes terjamin dan mudah diawasi.
3)      Penguji dapat menyusun soal-soal yang merata pada tiap pokok bahasan.
4)      Penguji dengan mudah dapat menentukan standar penilaian.
5)      Dalam pengerjaannya, siswa dapat memilih menjawab urutan soal sesuai kemampuan.
Kelemahan tes tertulis, diantaranya adalah :
1)      Penguji tidak sempat memperoleh penjelasan tentang jawaban siswa.
2)      Rumusan pertanyaan yang tak jelas menyulitkan siswa
3)      Dalam pemeriksaan dapat terjadi subjektivitas penguji.
Tes tertulis didapat dibagi menjadi 2, yaitu meliputi :
1.      Test bentuk uraian, yaitu semua bentuk test yang pertanyaannya membutuhkan jawaban dalam bentuk uraian. Tes bentuk uraian menuntut kemempuan siswa untuk mengorganisasikan dan merumuskan jawan dengan kata-kata sendiri. Penilaian pada setiap satuan program di sekolah hendaknya lebih banyak menggunakan tes bentuk uraian karena dapat lebih menggungkapkan proses berpikir siswa.
Kelebihan tes uraian, diantaranya adalah :
1)      Penguji dapat menilai dan meneliti kemampuan siwa bernalar.
2)      Bila cara memberi angka ada kriteria jelas maka dapat menghasilkan data objektif.
Kelemahan tes uraian, diantaranya adalah :
1)      Jumlah soal sangat terbatas dan kemungkinan siswa berspekulasi dalam belajar
2)      Objektivitas pengerjaan dan pembinaan sukar dilakukan.

2.      Tes bentuk objektif, yaitu semua bentuk tes yang mengharuskan siswa memilih di antara kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberi jawaban singkat, atau mengisi jawaban pada kolom titik-titik yang disediakan. Disebut tes obyektif karena siapapun yang memeriksa hasil tes akan menghasilkan skor yang sama.
Tes bentuk obyektif memiliki model yang lebih banyak dan variatif dibandingkan tes bentuk uraian. karena itulah tes obyektif lebih sering digunakan dalam tes prestasi hasil belajar dibandingkan tes bentuk uraian. Namun, tes objektif tentunya memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan tes objektif adalah :
1.      Penguji dapat membuat soal banyak dan meliputi semua pokok bahasan.
2.      Pemeriksa dapat dilakukan secara objektif dan cepat.
3.      Siswa tak dapat berspekulasi dalam belajar
4.      Siswa yang tak pandai menjelaskan dengan bahasa yang baik tidak terhambat.
Kelemahan tes objektif adalah :
1.      Kemampuan siswa bernalar tidak tertangkap.
2.      Penyusunan tes memakan waktu lama.
3.      Memakan dana besar.
4.      Siswa yang pandai menerka jawaban dapat keuntungan.
5.      Pengarsipan soal sukar dan memungkinkan kebocoran.

Ada beberapa penggolongan tes obyektif yaitu :
a. Tes benar salah
Tes benar salah adalah bentuk tes yang mengajukan beberapa pernyataan yang bernilai benar atau salah. Biasanya ada dua pilihan jawaban yaitu huruf B yang berarti pernyataan tersebut benar dan S yang berarti pernyataan tersebut salah. Tugas peserta tes adalah menentukan apakah pernyataan tersebut benar atau salah
b. Tes Menjodohkan
Tes menjodohkan ini memiliki satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Tugas peserta tes adalah mencari pasangan setiap pertanyaan yang terdapat dalam seri pertanyaan dan seri jawaban.
c. Tes Isian
Tes bentuk isian dapat digunakan dalam bentuk paragraf-paragraf yang merupakan rangkaian cerita atau karangan atau berupa satu pernyataan. Beberapa bagian kalimatnya yang merupakan kata-kata penting telah dikosongkan terlebih dahulu. Tugas peserta tes adalah mengisi bagian-bagian yang kosong dengan jawaban yang sesuai.
d. Tes Pilihan ganda
Tes bentuk pilihan ganda merupakan tes yang memiliki satu pemberitahuan tentang suatu materi tertentu yang belum sempurna serta beberapa alternatif jawaban yang terdiri dari kunci jawaban dan pengecoh. Tugas peserta tes adalah memilih jawaban dari pilihan yang tersedia dan paling sesuai dengan pernyataan yang ada dalam soal.
Pedoman utama dalam pembuatan butir soal bentuk pilihan ganda adalah:
1) Pokok soal harus jelas
2) Pilihan jawaban homogen dalam arti isi
3) Panjang kalimat pilihan jawaban relatif sama
4) Tidak ada petunjuk jawaban benar
5) Hindari menggunakan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah
6) Pilihan jawaban angka diurutkan
7) Semua pilihan jawaban logis
8) Jangan menggunakan negatif ganda
9) Kalimat yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes
10) Bahasa Indonesia yang digunakan baku
11) Letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.
Dari beberapa bentuk tes yang tersedia, tidak semuanya dapat digunakan secara bersamaan dalam satu kesempatan. Ada beberapa pertimbangan yang diperlukan untuk memilih bentuk tes yang paling sesuai. Menurut Djemari Mardapi (2004: 73) pemilihan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta, waktu yang tersedia untuk pemeriksaan lembar jawaban, cakupan materi tes dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan.
Dalam hal ini tes hasil belajar dapat digunakan untuk menilai kemajuan belajar. Untuk menilai kemajuan dalam belajar, pada umumnya penyusunan tes adalah oleh guru sendiri. Selain untuk menilai kemajuan hasil belajar, tes hasil belajar ini juga digunakan untuk mencari masalah-masalah dalam belajar. Untuk menncari-cari masalah dalam belajar, sebaiknya penyusunan tes adalah tim guru bersama konselor sekolah. Oleh karena itu, pada tempatnya guru profesional memiliki kemampuan melakukan penelitian secara sederhana. (Winkel, 1991; Biggs & Telfer, 1987.)

b.      Tes Lisan (Oral Test)
Tes lisan merupakan alat penilaian yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung untuk mengetahui kemampuan-kemampuan-kemampuan berupa proses berpikirseiswa dalam memecahkan suatu masalah, mempertanggungjawabkan pendapat, penggunaan bahasa, dan penguasaan materi pelajaran.
Tes lisan memiliki kelebihan, kelebihannya diantaranya :
1)      Penguji dapat menyesuaikan bahasa dengan tingkat daya tangkap siswa.
2)      Penguji dapat mengejar tingkat penguasaan siswa tentang pokok bahasan tertentu.
3)      Siswa dapat melengkapi jawaban lebih leluasa.


Tes lisan memiliki kelemahan, kelemahannya diantaranya :
1)      Penguji dapat terjerumus pada kesan subjektif atas perilaku siswa
2)      Memerlukan waktu yang lama
c.       Tes Perbuatan (Performance Test)
Tes perbuatan adalah tes yang diberikan dalam bentuk tugas-tugas. Pelaksanaannya dalam bentuk penampilan atau perbuatan (praktek olah raga, praktek laboratorium, praktek kesenian, dan lain-lain).



BAB III
PENUTUP
3.1    Simpulan
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah, (Nana Sudjana, 2004:22).
3.2  Saran
Untuk mendapatkan hasil belajar yang baik maka diperlukan pula proses belajar mengajar  yang baik. Sebagai seorang guru harus dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didiknya, baik itu aspek afektif, kognitif maupun psikomotornya.

DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran.  Jakarta : Rineka Cipta
Daryanto. (2007). Evaluasi Pendidikan.  Jakarta: Rineka Cipta
Nana Sudjana. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdikarya
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Bumi Aksara, 2006), h. 30.